Pepsi Hengkang, Intip Kandungan Gula dalam Sekaleng Soda
Reporter
Sarah Ervina Dara Siyahailatua
Editor
Mitra Tarigan
Sabtu, 5 Oktober 2019 07:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu perusahaan produsen minuman bersoda terbesar di dunia, Pepsi, tidak akan lagi diproduksi dan diperjualbelikan di Indonesia. Kontrak kerja antara PepsiCo dan PT Anugerah Indofood Barokah Makmur (AIBM) yang akan segera berakhir pada 10 Oktober 2019.
Minuman bersoda memang sangat diminati masyarakat. Anda bisa mendapatkannya dengan mudah saat Anda membeli makanan cepat saji. Rasanya pun biasanya akan sangat menyegarkan ketika dikonsumsi saat matahari sangat terik bersinar di siang hari. Sayang, ada pula dampak buruk minuman berkarbonasi bagi kesehatan bila dikonsumsi berlebihan.
Melansir dari situs Nutrition Facts, soda memiliki kandungan energi yang sangat tinggi. Dalam sekaleng soda berukuran 375 mililiter, setidaknya ada lima sendok gula. Tak heran, orang dengan perut yang kosong dan meneguk soda pun akan langsung berenergi hingga merasa kenyang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa orang dewasa hanya membutuhkan empat sendok makan gula per hari. Karena itu, minum satu kaleng soda saja sebenarnya sudah melebihi kebutuhan gula. Belum lagi jika mengkonsumsi makanan atau minuman lain yang manis-manis seperti teh manis dan jajanan atau kue.
Akibatnya, hasil penelitian yang dipublikasikan dalam European Journal of Endocrinology mengatakan bahwa ini bisa meningkatkan risiko diabetes.
Sebelumnya, para peneliti dari Karolinska Institutet di Swedia melakukan studi terhadap 2.800 orang dewasa. Situs Health Line menyebutkan bahwa mereka yang mengkonsumsi setidaknya dua porsi minuman ringan meningkatkan risiko 2,4 kali lebih besar menderita diabetes tipe 2.
Rupanya, penelitian ini dilakukan pada minuman berukuran 200 mililiter. Padahal di pasar, banyak minuman soda yang dijual dalam kaleng berukuran 330 mililiter. Artinya minum satu setengah kaleng per hari saja sudah meningkatkan risiko.
Tak heran, Josefin Löfvenborg, peneliti utama dalam studi tersebut menyimpulkan bahwa minuman ringan mempengaruhi metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin, yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan risiko diabetes tipe 2.
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA | DEWI RINA CAHYANI | NUTRITIONFACTS | HEALTHLINE