TEMPO.CO, Jakarta - Pernahkah Anda merasa bahwa Anda merasakan rasa sakit yang teramat sangat dari cedera atau luka yang Anda miliki? Padahal, luka atau cedera tersebut sudah lama terjadi pada diri Anda. Bagaimana jika ternyata rasa sakit yang Anda rasakan merupakan sebuah manipulasi yang dibuat pikiran Anda sendiri?
Inilah dua hal yang merupakan manipulasi pikiran paling kuat yang dibentuk oleh rasa sakit pada diri Anda;
Baca juga:
LGBT Cenderung Mengidap Penyakit Mental, ini Kata Psikolog
Tren Remaja Merokok, Simak 3 Penyebabnya
Viral Video Mpok Alpa, Bahagiakan Istri dengan Cara Mudah ini
1. Catastrophizing
Catastrophizing artinya kondisi dimana Anda melihat atau berbicara tentang kejadian atau situasi seolah-olah itu adalah malapetaka. Ini adalah proses berpikir di mana Anda melihat situasi terburuk dan hanya melihat kemungkinan hasil yang negatifnya saja.
Catastrophizing sering dikaitkan dengan ruminasi, artinya Anda terus berpikir bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi dan Anda tidak dapat menghilangkan pikiran tersebut dari kepala Anda. Pemikiran negatif yang terus menerus ini dapat langsung mempengaruhi perasaan dan emosi Anda, yang artinya memicu rasa panik, bahkan menjad depresi.
Jika Anda merasa diri Anda mulai berpikir secara berlebihan, konsultasikan kepada dokter untuk mendapatkan cara menenangkan pikiran Anda dan bagaimana merubah pola pikir Anda menjadi lebih positif dalam melihat sesuatu. Studi menunjukan bahwa penurunan tingkat pemikiran negatif yang berlebihan akan membuat Anda dapat menangani rasa sakit lebih baik.
2. Mengaitkan Rasa Sakit dengan Hal yang Berbahaya
Rasa sakit memang dikaitkan sebagai tanda dari luka akut seperti patah tulang, dan rasa nyeri atau sakit yang perlahan hilang adalah tanda penting dari penyembuhan dan proses perbaikan jaringan. Namun, rasa sakit dan kondisi kesehatan fisik seperti di atas tidak selalu beriringan.
Dari masa kanak-kanak, otak Anda belajar menyamakan rasa sakit dengan luka atau hal yang berbahaya dan pemikiran ini terus melekat dalam pikiran Anda sampai dewasa. Tapi, pembelajaran perilaku ini bisa menimbulkan masalah bagi kesadaran pikiran Anda atas rasa sakit yang sebenarnya lebih kronis.
Contohnya, rasa nyeri pada leher Anda akibat cedera dari kecelakaan. Rasa sakit yang Anda rasakan setelah melewati proses pengobatan berhubungan dengan masalah peradangan jaringan akut dalam diri Anda. Namun, merasakan sakit leher setahun kemudian merupakan masalah yang berbeda.
Bila sakit terasa ketika Anda menggerakkan otot dan persendian menjadi tegang, bukan berarti cedera sedang kembali terjadi. Sebaliknya, ini adalah tanda bahwa tubuh Anda telah belajar untuk menolak gerakan semacam itu dan perlu melalui proses yang hati-hati untuk rekondisi dan melatih otot, tendon, sendi, dan saraf tertentu untuk berperilaku berbeda.
Kedua hal di atas membuat Anda salah menafsirkan kondisi medis yang bisa mengakibatkan kehidupan Anda terganggu dan terisi dengan pikiran-pikiran negatif. Anda harus mulai peka untuk membedakan mana sakit yang hanya merupakan manipulasi pikiran Anda dan yang bukan.
WEBMD | PREVENTION