TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian besar negara di dunia memperingati 1 Mei sebagai May Day atau Hari Pekerja Internasional. Di Indonesia sendiri istilah yang sering digunakan adalah Hari Buruh.
Umumnya, negara menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari libur. May Day diperingati untuk menghargai dedikasi dan hak-hak buruh. Selain itu, hari tersebut dijadikan pengingat salah satu peristiwa penting saat tahun 1886 para pekerja di Chicago melakukan protes atas hak jam kerja yang layak.
Namun, ternyata ada beberapa negara yang tidak menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari libur. Negara ini, seperti diberitakan Independent UK, tidak merayakan Hari Pekerja Internasional. Mereka juga terkenal sebagai negara yang kurang mensejahterahkan hak-hak pekerjanya.
Baca juga: May Day: Sejarah Suram di Balik Lahirnya Hari Buruh Sedunia
Berikut ini negara-negara yang tidak merayakan May Day, atau bahkan merayakan namun pada realitanya para pekerja belum merdeka atas ham mereka.
1. Cina
Cina telah merayakan Hari Buruh Internasional sejak 1920. Kala itu, Partai Komunis mengadakan unjuk rasa dengan mahasiswa dan serikat buruh di Shanghai dan Beijing. Tahun 1949, unjuk rasa tersebut dinyatakan sebagai hari libur umum. Dan selama Revolusi Kebudayaan, tanggal ini adalah salah satu hari libur terpenting di negara Cina saat itu. Memang, Cina ikut merayakan Hari Pekerja Internasional. Namun, makna sebenarnya dari perayaan tersebut nyatanya tidaklah dirasakan para pekerja Cina. Para pekerja Cina tidak memiliki hak-hak dasar, seperti kebebasan berserikat dan hak untuk berunding bersama. Dimana, kedua hal tersebut merupakan fondasi kunci dari sebagian besar gerakan buruh. Selain itu, hak-hak lainnya termasuk pekerja anak, upah yang tidak dibayar, lembur ilegal, keselamatan yang buruk, dan diskriminasi juga masih dirasakan pekerja Cina.
2. Kamboja
Kamboja mendapatkan peringkat kelima dari tempat terburuk di dunia untuk menjadi pekerja. Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Human Rights Watch tahun 2015, menyoroti lemahnya penegakan hukum perburuhan pemerintah dan meluasnya pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran hak dan kegagalan pemerintah tersebut berupa pekerja anak yang melanggar hukum, intimidasi pemimpin serikat pekerja, kegagalan untuk menyediakan akomodasi yang layak bagi pekerja yang hamil, dan menghindari membayar pekerja yang bersalin serta tunjangan lain untuk mengendalikan mereka. Baca: Hari Buruh, Ini Bahaya Kesehatan Orang Gila Kerja
3. Pakistan
September 2012, terjadi kebakaran di pabrik garmen Karachi. Akibat kejadian tersebut, 298 orang pekerja tewas, jumlah korban terbesar dalam satu insiden industri dalam sejarah Pakistan. Diberitakan, para pekerja tidak dapat melarikan diri karena pintu-pintu pabrik terkunci. Hal ini dilakukan untuk mencegah mereka meninggalkan giliran kerja lebih awal. Para pekerja juga harus menghancurkan jeruji besi di jendela untuk melompat keluar dari gedung. Semua korban terlalap api dan juga terkena asap beracun dari bahan kimia yang tidak aman di pabrik. Kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa undang-undang ketenagakerjaan di Pakistan mengalami penganiayaan yang meluas oleh oknum-oknum kebal hukum. Kelompok-kelompok hak asasi manusia juga menunjukkan bahwa pekerja anak meluas, termasuk perdagangan anak. Hal tersebut menunjukkan walaupun Pakistan menetapkan 1 Mei sebagai May Day, tetapi kemerdakaan hak-hak pekerjanya belum didapatkan secara layak.
4. Belanda
Belanda tidak merayakan May Day atau Hari Pekerja Internasional ini. Pada negara-negara bersejarah seperti Rusia, Jerman dan Prancis, gerakan komunis dan sosialis bertempur di jalanan dengan kelompok-kelompok politik lainnya. Namun, Belanda berbeda dengan negara Eropa lainnya, karena mereka menerapkan asas Poldermodel. Di mana, konsep ini merupakan proses kompromi antara pemerintahan pusat bekerjasama dengan serikat buruh dan asosiasi-asosiasi pekerja. Kerjasama tersebut berupa menanggung atau membagi permasalahan sosial dan ekonomi sama rata terhadap semua golongan masyarakat. Dan melalui kompromi tersebut, menghasilkan kesepakatan yang adil bagi semua pihak.
INDEPENDENT UK | DUTCHREVIEW