TEMPO.CO, Jakarta - Novelis NH Dini meninggal akibat kecelakaan lalu lintas pada Selasa, 4 Desember 2018. Ibunda dari sutradara film Minions dan 3 seri Despicable Me, tu sempat dibawa ke Rumah Sakit Elisabeth, Semarang.
Baca: Pernah Kebanjiran, Tilik Kisah NH Dini Kehilangan Pondok Bacanya
Saat masih 52 tahun, perempuan kelahiran Kota Semarang 29 Februari 1936 sudah memikirkan soal kematian. Dia bahkan mengantarkan sendiri surat wasiat itu ke Kantor Notaris Nyonya Lenie Hardjanto Lubis di Semarang, tempat tinggalnya. Isinya: Dini minta dibakar saja kalau kelak ia meninggal.
Seperti ditulis Majalah Tempo edisi 20 Juli 1991, NH Dini, menjelaskan alasannya. "Lebih praktis dibakar, tidak membutuhkan tanah kuburan," ujar sastrawan ini.
NH Dini dan sang anak yang bernama lengkap Pierre-Louis Padang Coffin, 50 tahun, sempat terlihat selalu bersama saat di Ubud Writers & Readers Festival 2017. Coffin mendampingi NH. Dini yang wira-wiri sebagai bintang utama acara yang berlangsung pada 25-29 Oktober itu. Majalah Tempo sempat mewawancarai Pierre saat di Ubud Festival. Dalam wawancara itu, Coffin mengaku tidak pernah membaca novel NH Dini. "Tidak (tidak pernah baca novel). Hanya beberapa cerita pendek yang diterjemahkan ke bahasa Prancis," katanya.
Baca Juga:
Majalah Tempo pun sempat bertanya apakah sempat ada keinginan Coffin belajar bahasa Indonesia dan membaca karya ibunya. "Sekarang sih sudah terlambat. Memori saya sangat buruk. Padahal dasar belajar bahasa adalah ingatan, yang pelan-pelan tapi pasti, kabur dari kepala saya, ha-ha-ha.... Tapi saya senang melihat Ibu di Ubud Writers & Readers Festival karena dia sangat dihargai," kata Coffin.
Baca: NH Dini Meninggal, Sastrawan Ibunda Sutradara Film Minions
Ternyata Coffin, pun pernah diundang beberapa tahun lalu untuk hadir dalam Ubud Writers & Readers Festival. "Saya selalu menolaknya. Kali ini tentang ibu saya, jadi saya datang," katanya.
NH Dini lahir di Semarang pada 29 Februari 1936. Dini sudah rajin menulis sejak duduk di kelas 3 Sekolah Dasar. Karirnya dalam dunia penulisan Tanah Air dimulai saat dirinya mengirim sajak untuk program "Prosa Berirama" yang disiarkan Radio Republik Indonesia, sebelum kemudian menjajal peruntungan membuat cerita pendek untuk majalah wanita Femina.
Karena merasa format cerita pendek tidak cocok untuk dirinya, Dini mulai menulis cerita panjang. Ia mulai menulis karya pertamanya berjudul Hati yang Damai, kemudian Pertemuan Dua Hati (1986) yang diterbitkan di halaman tengah Femina.
NH Dini kemudian merambah ke penulisan biografi dan novel. Amir Hamzah Pangeran dari Negeri Seberang (1981) dan Dharma Seorang Bhikku (1997) adalah dua buku biografi yang sempat ditulisnya.
Namun, ia lebih dikenal lewat karya-karya novelnya seperti Pada Sebuah Kapal (1973), La Barka (1975), Keberangkatan (1977), serta Namaku Hiroko (1977).
Baca: NH Dini Berwasiat Minta Dikremasi Jika Meninggal, Ini Alasannya
Sederet penghargaan pernah diterimanya, seperti Hadiah Seni untuk Sastra dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1989), Bhakti Upapradana Bidang sastra dari Pemerintah daerah Jawa Tengah (1991), SEA Write Award dari pemerintah Thailand (2003), Hadiah Francophonie (2008), dan Achmad Bakrie Award bidang Sastra (2011).
EDI FAISOL | MAJALAH TEMPO