TEMPO.CO, Jakarta - Kebanyakan orang tua memilih waktu menjelang tidur untuk mendongeng atau membacakan buku cerita kepada anak. Padahal, pakar sastra anak mengatakan pilihan waktu itu bukan yang paling tepat. Alasannya, orang tua atau anak kerap kali tertidur sebelum dongeng selesai.
“Kalau orang tua kerja karena kebanyakan akan tidur sebelum dongeng selesai,” kata pakar sastra anak Murti Bunanta di acara peluncuran “Dongeng Aku Dan Kau untuk Anak Unggul Indonesia” Dancow di Jakarta, Kamis, 18 Juli 2019.
Murti menyarankan mendongeng dilakukan di waktu luang, saat orang tua dan anak tidak sedang melakukan apa-apa. Meski demikian, bukan berarti dongeng sebelum tidur tidak baik. Hanya saja, dongeng yang dilakukan di waktu luang bisa membantu anak berpikir lebih kreatif. Misalnya dongeng dipadukan dengan kreativitas lain seperti bermain dan menggambar.
Murti juga tidak menyarankan mendongeng atau membacakan cerita anak dilakukan dengan paksaan, misalnya ketika anak sedang bermain game di gadget. Paksaan hanya akan membuat anak marah lalu kembali ke gadget.
“Jadi orang tua baca saja sendiri (bersuara). Lama-lama anak akan mendekat mendengar suara ibunya. Lama-lama dia akan tinggalkan gadget,” kata Murti.
Jika anak sudah tertarik, lakukan aktivitas dongeng dengan menarik. Orang tua tidak perlu mendongeng dengan gaya yang terlalu dibuat-buat. Anak akan lebih suka mendengar suara yang lebih natural.
“Mendongenglah dengan gaya yang wajar. Hal terpenting juga, ambillah cerita yang Anda senangi,” kata dia.
Dongeng yang dipilih tak harus berasal dari Nusantara. Orang tua juga bisa membuat cerita sendiri. Selain itu, tak perlu alergi dengan dongeng atau cerita dari luar negeri karena sama-sama mengajarkan kebaikan.
Lalu, berapa lama durasi mendongeng yang dianjurkan? Menurut Murti, tidak ada patokan durasi yang ideal. “Tergantung anak, bisa 10 menit, setengah hari, atau satu hari. Bisa juga dilanjutkan keesokan harinya,” kata dia.