TEMPO.CO, Jakarta - Virus corona mewabah, dunia pun dibuat kelabakan dengan korban jiwa dan terinfeksi semakin banyak. Sejak 17 tahun yang lalu dua epidemik dari Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) terjadi di Cina, yang dibawa oleh virus corona (COVs), SARS-CoV dan SARS-CoV-2.
Dilansir dari US National Library of Medicine National Institutes of Health, meskipun sumber dari virus ini masih belum diketahui dan keberadaannya juga masih misterius, beberapa tanda umum dari patogenesis dan epidemik ini bisa diketahui. Keduanya menggunakan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) untuk menyerang tubuh manusia.
Kedua wabah ini juga terjadi di musim dingin yang kering berdekatan dengan liburan dan mulai merebak di daerah yang masyarakatnya sering kali mengonsumsi hewan liar. Ditambah, apabila kelelawar adalah pembawa atau inang dari virus SARS-CoVs, suhu yang dingin dan kelembaban yang rendah di waktu ini memperpanjang hidup kelelawar.
Merebaknya eksistensi dari inang, yakni kelelawar, membuat virus ini semakin mudah membobol pertahanan tubuh manusia, yang pada saat cuaca dingin sangat rapuh dan imunitas menurun. Saat virus ini sukses menginfeksi manusia, penyebaran akan semakin cepat dilakukan dengan adanya acara kumpul-kumpul sosial dan traveling mengingat mendekati waktu liburan.
Faktor alam dan sosial ini mempengaruhi progres penyebaran pneumonia. Faktor unik lain juga bisa berkontribusi dalam penyebaran virus corona di Wuhan. Faktor-faktor ini sedang didiskusikan dalam beberapa skenario untuk melakukan riset lebih dalam lagi sehingga mempercepat hasil final.
Sebagai informasi, epidemi SARS ini menginfeksi lebih dari 1.700 orang di Hong Kong dan menewaskan hampir 300 orang. Lebih dari 800 orang, termasuk 33 di Singapura, meninggal akibat SARS pada 2002 dan 2003.