TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 85 dari 100 kaum muda di Indonesia mengaku optimistis pandemi Covid-19 akan berakhir Juni 2020. Namun, secara psikologis mereka masih was-was dengan virus corona.
Dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional, tim produksi film KADET 1947 bersama dengan Jakpat.net menggelar survei daring untuk mengetahui bagaimana pandangan anak muda terhadap pandemi COVID-19 dan peranan mereka dalam membantu mengatasi krisis global. Sebagai catatan, survei tersebut dilakukan secara terbatas kepada 505 anak muda berusia 16-35 tahun dari wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan pada 15-17 Mei 2020.
Hasil survei menunjukkan mayoritas responden, sekitar 85 persen atau setara dengan 433 orang menyatakan optimis pandemi di Indonesia akan berakhir Juni. Di balik optimisme tersebut, bagaimana kondisi fisik dan emosional mereka sebenarnya, serta bagaimana para generasi muda berperan di tengah pandemi ini?
Adapun, dari aspek kondisi fisik, 67,52 persen anak muda berada dalam kondisi baik dan 26,14 persen lain sangat baik. Namun demikian, secara emosional, 59,01 persen generasi muda merasa waspada dan 18,61 persen lain merasa cemas pada Maret 2020 yang merupakan bulan pertama munculnya COVID-19 di Indonesia.
Tren ini sedikit berbeda April, di mana jumlah anak muda yang merasa cemas meningkat jadi 23,17 persen, dan jumlah yang waspada turun menjadi 53,07 persen. Perubahan emosional ini diperkirakan karena jumlah pasien COVID-19 yang semakin meningkat dan banyaknya fakta tidak menyenangkan di lapangan seperti tenaga medis yang gugur saat bertugas.
Walaupun dibayangi kecemasan, generasi muda ini sudah memiliki kesadaran yang tinggi dalam menekan penyebaran COVID-19 dengan 85,9 persen responden mengaku sudah rutin menggunakan masker, 80,2 persen sudah mengurangi aktivitas di luar, dan 79,01 persen sudah rutin mencuci tangan dan menggunakan antiseptik.
Temuan di atas bisa menjadi salah satu cerminan bahwa sebagian generasi muda terbukti mampu menyerap edukasi pencegahan virus yang selama ini digencarkan pemerintah dan tenaga kesehatan. Generasi muda ini pun mengaku aktif (34,26 persen) dan sangat aktif (30,50 persen) mencari informasi dan ikut memerangi hoaks.
Sumber informasi yang jadi andalan yaitu media online, televisi, dan kanal resmi pemerintah. Hal ini juga menjadi pertanda positif, dimana sebagian generasi muda sudah peka dengan sumber informasi yang valid dan tidak mengandalkan media sosial atau grup Whatsapp semata.
Generasi muda ini juga punya berbagai cara untuk ikut berkontribusi bagi masyarakat. Yang paling banyak dilakukan adalah menyebarkan berita valid dan menangkal hoaks, memberikan donasi uang, donasi barang nonmaterial, dan membantu dalam bentuk jasa, seperti menjadi relawan di rumah sakit atau menjadi panitia Gugus Tugas COVID-19.
Selain turun tangan, aktivitas senggang yang paling diminati generasi muda selama di rumah adalah mengonsumsi hiburan online seperti film dan konser dengan yang dipilih oleh 63,76 persen responden.
Kondisi lapangan di atas menunjukkan bahwa generasi muda cukup aktif membekali diri dengan informasi dan melakukan berbagai inisiatif bermanfaat. Ternyata, kesadaran tersebut memang sudah terbentuk. Terbukti sebanyak 77,82 persen responden yakin bahwa peran generasi muda sangat penting untuk mengatasi masalah ini
Di sisi lain, meskipun 85 persen generasi muda mengaku optimisis (44,95 persen optimis, 40,79 persen sangat optimistis) bahwa pandemi segera berakhir Juni. Namun, masih ada sekitar 14 persen lain yang mengaku kurang optimis dan bahkan tidak optimis.
Dari mereka yang merasa pesimistis, 69,44 persen di antaranya sepakat bahwa masyarakat adalah pihak yang perlu meningkatkan perannya, disusul ekspektasi ke pemerintah pusat sebesar 20,83 persen. Opini ini diprediksi berangkat dari perilaku masyarakat akhir-akhir ini yang mulai mengabaikan anjuran jaga jarak. Maka, tidak heran jika generasi muda berharap masyarakat bersikap lebih kooperatif agar tidak memperluas penyebaran virus.