TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang melihat utang sebagai hal buruk tapi diperlukan. Tetapi, kita masih mungkin untuk hidup dan berkembang tanpa menggunakan utang atau kredit.
Manfaat hidup bebas utang mudah dipahami. Tetapi penting untuk mengetahui tantangan apa yang akan dihadapi dan cara mengatasinya.
Dilansir melalui Lifepal, tidak selamanya utang selalu dianggap buruk. Pada umumnya, pandangan buruk terhadap utang muncul ketika seseorang tidak mampu membayar. Adapun, beberapa hal yang akhirnya membuat orang berutang adalah:
- Untuk mengembangkan kegiatan produktif seperti bisnis, kerja sampingan, dan lain sebagainya.
- Untuk meningkatkan nilai kekayaan macam pembelian aset yang nilainya akan naik di masa depan.
- Untuk kebutuhan likuiditas pembayaran.
- Untuk kebutuhan darurat.
Hidup tanpa utang mungkin tidak dapat dihindari oleh sebagian orang. Berikut beberapa cara yang harus dipahami debitur untuk mengelola utang, menurut edukator keuangan dan periset Lifepal, Aulia Akbar.
Sah asalkan untuk kebutuhan produktif
Dua karakteristik utang produktif adalah bisa meningkatkan penghasilan sekaligus nilai kekayaan di masa yang akan datang. Utang untuk modal usaha adalah bentuk utang produktif karena dapat memberikan jaminan kepada peminjam dalam meningkatkan operasional bisnis dan diharapkan dapat meningkatkan keuntungan.
Sementara itu, kredit pemilikan rumah (KPR) bisa membantu debitur dalam melakukan akumulasi aset. Mengingat harga properti terus mengalami pertumbuhan, seiring dengan berjalannya waktu, kekayaan bersih debitur yang bersangkutan akan bertambah.
Baca juga: Mau Jadi Investor? 4 Komunitas Ini Bisa Jadi Tempat Belajar
Hindari risiko utang konsumtif
Ketika mengalami masalah likuiditas (kekurangan aset lancar) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka berutang akan menjadi solusi. Salah satu contoh buruk utang konsumtif adalah untuk kebutuhan darurat seperti halnya utang untuk biaya berobat atau menopang biaya hidup karena kehilangan penghasilan. Biaya berobat tentu bisa ditanggulangi dengan jaminan kesehatan, sementara itu pengeluaran biaya hidup bisa dimitigasi lewat dana darurat.
Cicilan utang per bulan maksimal 35 persen dari penghasilan tapi maksimal jumlah utang 50 persen dari aset
Penilaian kesehatan jumlah utang secara sederhana bisa dilakukan dari dua hal yaitu debt service ratio dan debt to asset ratio. Nilai debt service ratio (DSR) atau rasio pelunasan cicilan utang maksimal adalah 35 persen dari penghasilan.
Cicilan utang yang terlalu banyak dapat mengakibatkan menurunnya kualitas hidup. Kemampuan dalam mencukupi kebutuhan hidup per bulan akan terganggu. Belum lagi, kita akan semakin sulit menyisihkan uang untuk dana darurat, kebutuhan proteksi, hingga investasi jangka panjang. Lantas, untuk debt to asset ratio, nilai wajar dari total utang tertunggak adalah maksimal 50 persen dari aset.
Apabila kehilangan penghasilan untuk membayar cicilan, kita terpaksa melikuidasi aset. Ketika total utang setara 70 persen dari nilai aset, maka sisa aset yang dimiliki setelah utang-utang tersebut dibayar lunas hanya 30 persen dari total nilai awal. Penyusutan nilai aset juga akan menggerus nilai kekayaan bersih.