Andrew menjelaskan cara tepat agar kampanye ramah lingkungan dengan sedotan kertas ini lebih efektif bila mengikuti cara mengkonsumsinya. "Perhatikan cara menikmati susu dengan menggunakan sedotan kertas," kata Andrew.
Andrew memperkenalkan langkah rekomendasi 4S. Pertama keluarkan sedotan, tanpa mencopot plastik pada kemasan. Kedua, nikmati susu dan habiskan. Ketiga, sedotan dimasukkan kembali ke kemasan agar tidak tercecer. Andrew mengingatkan bahwa sedotan yang tidak dimasukkan ke dalam bungkusnya, bisa tercecer dan menyatu dengan sampah atau alam hingga terbuang ke lautan. "Sudah banyak sekali kasus di mana hewan liar, misalnya penyu, hidungnya tertusuk sedotan," kata Andrew. Langkah terakhir adalah dengan membuang bungkus Frisial Flag atau menyatukannya dengan sampah sejenis bungkusnya.
Andrew mengatakan rekomendasi ini harapannya memberikan pengalaman baru menikmati susu, serta memberikan kemudahan lebih dalam proses pemilahan dan pengolahan sampah setelah susu selesai dikonsumsi. Frisian Flag Indonesia ingin terus melibatkan generasi muda karena data terbaru Badan Pusat Statistik saat ini Indonesia didominasi generasi Z dan milenial. Gen Z mendominasi hingga 27,94 persen dan milenial sebanyak 25,87 persen . Artinya generasi muda memiliki peran krusial dalam membentuk kebiasaan baru dan memberi dampak pada keberlangsungan bumi di masa depan. Di sisi lain, kesadaran akan memulai gaya hidup berkelanjutan yang lebih peduli terhadap lingkungan mulai ditunjukkan kalangan ini. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana generasi ini mulai melakukan berbagai langkah kecil untuk bumi yang lebih baik, mulai dari hal-hal sederhana seperti pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, juga maraknya penggunaan sedotan kertas.
Terkait sedotan itu, Jo mengingatkan bahwa sampah sedotan plastik memang sangat mengancam bumi. Sampah hasil konsumsi manusia itu tidak hanya terserak di Tempat Pengolahan Akhir di berbagai daerah, namun ada banyak juga sampah yang akhirnya terbuang ke laut. Data KLHK menunjukkan ada enam jenis sampah terbanyak yang terbuang ke laut setiap tahunnya. Keenam jenis sampah tersebut adalah 53 juta puntung rokok; 13,5 juta tutup botol minuman; 10,2 juta gelas, piring, sendok, garpu, dan pisau; 9.5 juta botol plastik; 6,7 juta kaleng minuman; serta 6,2 juta sedotan.
Masih menurut Jo, pemerintah mencatat bahwa jumlah sedotan yang dipakai di Indonesia mencapai 93,2 juta unit hal itu setara dengan tiga keliling bumi atau (117.449 kilometer). Bahkan sampah sedotan selama sepekan di Indonesia pun sudah setara dengan jarak Jakarta-Mexico City (16.784 kilometer).
Jo mengatakan pemerintah menargetkan pengurangan tumpukan sampah hingga 30 persen pada 2025. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan partisipasi aktif semua pihak. Mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga pelaku usaha. Ia pun mengapresiasi langkah kecil perubahan kecil dalam pengelolaan sedotan itu. "Walau kecil, tapi pasti akan sangat berdampak. Berapa juta sedotan plastik yang diubah jadi kertas," katanya.
Walau begitu, Jo mengingatkan bahwa masih ada banyak tantangan lain. Seharusnya masyarakat tidak hanya mendaur ulang sampah plastik atau sedotan, namun juga meningkatkan nilai si plastik atau sedotan alias up cycle "Caranya misal dengan menyulap kemasan susu ini jadi barang yang memiliki nilai ekonomi dan seni. Oleh tangan-tangan kreatif, jadi sampah ada nilai ekonomi sebelum masuk ke TPA," katanya.
Waste Management Trainer, Waste4Change, Saka Dwi Hanggara, mengatakan dari 3 hal pengelolaan sampah, yaitu 3R, Reduce, Reuse, Recycle. Indonesia paling sulit dalam tahap mengurangi sampah alias reduce. "Di Indonesia, di bagian 'reduce' atau menguranginya masih sangat sedikit sekali," katanya.
Ia berharap akan lebih banyak masyarakat yang tidak hanya aktif dalam memilah sampah, namun juga dalam mengurangi produksi sampah. Caranya dengan memikirkan lebih dalam apa yang perlu atau tidak untuk dibeli. Ia tentu saja tidak melarang orang yang hendak membeli beberapa barang kesukaan atau kebutuhan mereka. "Beli aja tapi pastikan bisa digunakan ulang. Kalau udah tidak bisa di-reuse baru kita bawa ke daur ulang. Dengan cara kita kirim ke bank sampah," kata Saka.
Dengan lebih banyak orang yang menggunakan kembali atau mengurangi sampahnya, ia yakin bahwa sampah Tempat Pengolahan Akhir akan sedikit jumlahnya. Ia pun mengingatkan agar masyarakat lebih pandai dalam memilah sampah. Caranya dengan memisahkan sampah sesuai jenisnya. Apakah itu sampah organik, plastik atau kertas, juga elektronik. Sampah yang dipilah itu nantinya bisa dibawa ke berbagai bank sampah untuk didaur ulang. "Untuk sektor informal, ada pemulung dan pengepul. Sementara sektor formal, ada bank sampah atau TPA 3R, bagi kalian yang tinggal di wilayah kabupaten," kata Saka.