TEMPO.CO, Jakarta - Semakin berkembangnya teknologi digital berakibat semakin tenggelamnya orang di dunia maya dan melupakan dunia nyata. Spesialis kedokteran jiwa dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Kristiana Siste Kurniasanti, mengatakan 31,4 persen remaja di Jakarta kecanduan internet.
“Ini adalah data penelitian sebelum COVID-19. Ada 31,4 persen remaja di Jakarta mengalami kecanduan di internet, angka ini cukup tinggi di dunia. Jadi, masalah ini ternyata ada di Indonesia," kata Kristiana dalam talkshow virtual “Lindungi Anak Dari Penyalahgunaan NAPZA” secara daring di Jakarta, Jumat, 30 Juli 2021.
Ia mengatakan 91 persen anak mengakses internet di rumah. Melalui hal ini seharusnya orang tua telah mengetahui anak tersebut telah mengalami kecanduan internet.
“Pada remaja, 18,3 persen mengalami kecanduan internet. Jadi, satu dari lima orang mengalami kecanduan internet dan juga untuk dewasa muda, yang artinya berusia 18 tahun ke atas itu adalah sekitar 15 persen,” jelasnya.
Siste mengatakan alasan anak kecanduan internet, terutama game online, karena anak merasa permainan tersebut dapat memenuhi kebutuhan.
“Pertama ada kebutuhan otonomi, dia bisa memilih avatarnya sendiri. Yang kedua adalah di games itu dia bisa berkompetisi lalu dia menang. Kemudian dia merasa diapresiasi. Ketiga adalah pada saat dia bermain game online, reward itu bisa secepatnya terjadi,” ujarnya.
Ia menegaskan agar anak tidak kecanduan bermain game perlu adanya apresiasi dari orang tua sehingga anak merasa diakui, memiliki tempat, dan tidak lagi membutuhkan apresiasi dari dunia virtual. Psikolog Ifa Hanifah Misbach mengatakan saat anak tidak mendapatkan tempat, baik di rumah atau di sekolah, tidak dapat dukungan dan keunikan tidak diapresiasi, anak akan mencari pergaulan yang bisa menerima dirinya.
“Intinya adalah ketika remaja tidak merasa sesuai dengan standar orang dewasa itu, pasti terdorong memilih kegiatan yang menantang buat dia,” kata Ifa menjelaskan alasan bahaya anak yang merasa kurang diapresiasi.
Ifa mengajak orang tua untuk menyadari remaja memiliki efek penumpukan emosi yang tidak tersalurkan sehingga tidak hanya butuh disalurkan emosinya namun butuh untuk diledakkan.
Baca juga: Kecanduan Internet Bisa Mengubah Otak