TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu kewajiban sebelum seseorang menjalani vaksinasi Covid-19 adalah mencantumkan nomor induk kependudukan atau NIK. Jika masih anak-anak atau vaksinasi untuk usia 12 sampai 17 tahun, bisa mencantumkan nomor pada Kartu Identitas Anak atau KIA.
Lantas bagaimana dengan orang-orang yang belum memiliki identitas kependudukan, seperti pengungsi. Apakah mereka tidak berhak mendapatkan vaksinasi?
Mengutip data The United Nations Refugee Agency atau UNHCR, tercatat sekitar 13.459 pengungsi di Indonesia yang berasal dari berbagai negara. Penasihat Senior Urusan Gender dan Pemuda untuk Diretur Jenderal WHO, Diah Saminarsih berencana menggelar vaksinasi Covid-19 untuk kelompok rentan yakni pengungsi, dalam waktu dekat di Jawa Barat.
"Kami berharap lokasi vaksinasi bisa dijangkau oleh para pengungsi dan pasokan vaksin Covid-19 untuk Indonesia bertambah, sehingga program vaksinasi bisa terus berjalan," kata Diah Saminarsih dalam diskusi daring pada Rabu, 18 Agustus 2021. Selain pengungsi, orang yang tinggal di pedalaman dan tidak terpapar internet juga sulit mendapatkan vaksinasi.
Pendiri Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives atau CISDI, ini menyampaikan orang yang kurang terpapar internet ummnya tidak memiliki akses pada aplikasi guna mendaftar vaksinasi. Mereka juga masuk dalam kelompok rentan.
Co-founder Kawal Covid-19, Elina Ciptadi mengatakan, kendati para pengungsi tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan, faktanya mereka ada di Indonesia dan berinteraksi dengan penduduk di sekitarnya. Menurut Elina, seharusnya pengungsi juga mendapatkan prioritas untuk disuntik vaksin Covid-19. "Dalam keseharian, mereka hidup berdempetan dengan lahan berbagi," kata Elina. "Namun, ada kekhawatiran bakal menerabas aturan kewarganegaraan."
Elina mendesak pemerintah memudahkan syarat dan akses vaksinasi, terutama soal domisili. "Jangan sampai masyarakat yang ingin divaksin menjadi patah arang karena terbentur syarat domisili," ucapnya.
Persoalan lain yang mengganjal percepatan vaksinasi adalah kurangnya tenaga kesehatan. "Rasio tenaga kesehatan di satu puskesmas adalah satu dibanding 25 ribu sampai 30 ribu orang. Padahal idealnya satu banding 5.000 orang," kata Diah Saminarsih.
Ditambah ketersediaan vaksin Covid-19 yang belum memadai. Sementara pemerintah sudah menetapkan sertifikat vaksinasi sebagai syarat bepergian. Diah mengingatkan, jangan sampai syarat sertifikat vaksinasi ini menghambat aktivitas masyarakat untuk pergi membeli kebutuhan pokok dan sifatnya jadi mengancam.
Elina mencontohkan pemanfaatan sertifikat vaksinasi di Singapura. Di sana, akses masyarakat yang belum disuntik vaksin Covid-19 tetap terbuka untuk memenuhi kebutuhan. Hanya saja, untuk kegiatan yang bersifat sekunder, seperti berkumpul dengan teman, pergi ke pusat perbelanjaan, maka sertifikat vaksinasi menjadi wajib. Contoh, masyarakat Singapura boleh bepergian dan berkumpul dengan lima orang yang sudah divaksin.
LAURENSIA FAYOLA
Baca juga:
90 Juta Dosis Vaksin Covid-19 Sudah Disuntikan, Indonesia Peringkat 9 Dunia