TEMPO.CO, Jakarta - Amanda Margia Wiranata dari Ikatan Psikolog Klinis Wilayah DKI Jakarta mengungkapkan periode emas merupakan fase yang sangat penting untuk menjaga kesehatan mental anak.
"Golden years itu masa nol sampai 5 tahun, memang perlu kita jaga kesehatan mental anak sampai nanti dia dewasa melewati usia 18 tahun," kata Amanda.
Artinya, orang tua perlu memperhatikan kesehatan mental anak, bahkan sejak masih berada di dalam kandungan. Untuk itu, orang tua, terutama ibu harus selalu menjaga kesehatan mental selama kehamilan karena akan berpengaruh pada janin.
"Di masa kandungan, orang tua yang mengalami stres berat itu bisa berpengaruh pada janin dan terbawa sampai anak tumbuh besar. Jadi, kita harus jaga dari semasa kehamilan sampai melahirkan dan lima tahun pertama itu sangat penting dalam perkembangan anak," imbuhnya.
Perhatikan perlakunya
Menurut Amanda, menjaga kesehatan mental anak sangat penting sebab anak yang sehat mental dapat tumbuh dan berkembang secara optimal pada aspek kognitif, sosial, dan emosional. Sementara itu, anak-anak yang memiliki masalah pada kesehatan mental akan mengalami gejala, baik pada fisik berupa sakit kepala atau sakit perut, maupun pada psikologis seperti munculnya perubahan perilaku dan emosional.
"Yang tadinya anak ceria jadi pemurung. Kemudian secara sosial, anak yang tadinya senang bermain dengan teman-temannya menjadi menarik diri. Di sekolah yang tadinya semangat, jadi mogok sekolah," jelas Amanda.
Ia menambahkan anak yang memiliki masalah kesehatan mental biasanya sulit mempertahankan perhatian pada materi pelajaran di sekolah dan mudah terdistraksi oleh lingkungan sekitar. Akibatnya, prestasi anak di sekolah menurun. Untuk mencegah hal tersebut, tua perlu meluangkan waktu 15-20 menit untuk memberikan perhatian penuh kepada anak setiap hari.
"Ini untuk setiap anak. Orang tua harus memberikan perhatian penuh tanpa terbagi, jadi enggak boleh sambil pegang gawai atau mengerjakan sesuatu yang lain, tapi penuh untuk anak. Kalau anaknya ada tiga, berarti 20 menit kali tiga. Tergantung anak mau ditemani main atau ngobrol," jelasnya.
Ia menambahkan orang tua juga perlu melibatkan diri dengan minat anak. Misalnya, jika anak senang bermain game, orang tua bisa bermain bersama anak dengan catatan tidak berlebihan dan tetap memperhatikan keseimbangan dengan aktivitas lain.
"Walaupun game daring, tetap ada yang nyata, sehingga enggak semua daring, tetap ada tatap muka secara langsung, itu lebih dibutuhkan," tegasnya.
Baca juga: Faktor Risiko Penyebab Disforia