TEMPO.CO, Jakarta - Trauma umumnya diartikan sebagai tekanan yang dialami sebagai respons emosional. Misalnya, berkaitan dengan pelecehan, bencana, atau kesedihan berkepanjangan. Kondisi trauma bersifat subjektif tergantung respons terhadap pengalaman buruk yang dialami, dikutip dari Neuropedia.
Pengalaman traumatis akan mempengaruhi sistem kerja otak. Psikiater Douglas Bremner dalam artikelnya berjudul Traumatic Stress: Effects on the Brain menjelaskan, kondisi itu karena sistem saraf otonom dalam otak membuat pemrograman neurologis yang tidak sehat.
Baca: Mengenal Betrayal Trauma yang Disebabkan Perlakuan Buruk dari Orang Dipercaya
Jenis trauma
Kondisi trauma berlainan. Ada berbagai jenis trauma, yaitu akut, kronis, dan kompleks. Berikut penjelasan lengkap dari ketiganya, sebagaimana dikutip dari Medicine Net.
1. Trauma akut
Trauma akut sebagai peristiwa tunggal yang menyebabkan atau posisi bahaya. Itu terutama dari suatu peristiwa ekstrem yang mengancam, seperti kecelakaan, pemerkosaan, penyerangan, atau bencana. Peristiwa itu rentan berakibat trauma tidak berkesudahan dalam benak orang yang mengalaminya.
2. Trauma kronis
Trauma kronis karena seseorang mengalami peristiwa traumatis selama periode panjang. Misalnya, pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, intimidasi, dan situasi ekstrem misalnya perang militer. Gejala trauma kronis sering muncul setelah waktu yang lama, bahkan bertahun-tahun setelah kejadian.
3. Trauma kompleks
Trauma kompleks hasil dari beberapa peristiwa traumatis, biasanya terkait dengan pengalaman interpersonal atau hubungan antarpribadi. Trauma kompleks, peristiwa yang dialami biasanya berlangsung lama dan cukup parah, seperti pelecehan seksual atau pengabaian yang mendalam. Trauma jenis ini memiliki efek yang berarti terhadap kesejahteraan individu secara fisik maupun emosional.
Baca: Korban Tragedi Kanjuruhan Alami Trauma, Komnas HAM dan PSSI Komitmen Berikan Pemulihan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.