TEMPO.CO, Jakarta - Pakar kesehatan Prof. Tjandra Yoga Aditama, mengatakan flu burung H5N1 berpotensi menjadi salah satu penyebab pandemi di masa depan. Menurutnya, saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih berpendapat risiko penularan flu burung ke manusia masih rendah tetapi kita harus tetap waspada.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) memperkirakan saat ini ada tiga jenis penyakit yang berpotensi memicu pandemi lanjutan di dunia, di antaranya zoonosis yang bersumber dari binatang, berbagai jenis influenza, dan penyakit X. Ia mengatakan flu burung memang berasal dari binatang atau unggas, serta berjenis infuenza. Walaupun belum menyerang manusia, sekarang flu burung sudah mulai menyerang bukan saja unggas tetapi juga binatang menyusui.
"Jadi, kini sudah terjadi mutasi dan kalau mutasi terus berkelanjutan maka tentu mungkin saja menular ke manusia, yang tentu sangat tidak kami harapkan," ujarnya.
WHO pada 8 Februari 2023 menerbitkan peringatan atas insiden penularan virus flu burung ke satwa mamalia. Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan flu burung telah menginfeksi hewan cerpelai, berang-berang, hingga singa laut. WHO menyatakan risiko penularan H5N1 terhadap manusia masih rendah sejak penyakit itu kali pertama muncul pada 1996. juga meyakini sesudah COVID-19 maka pasti akan ada pandemi lanjutan.
"Kami hanya belum tahu kapan akan terjadi dan penyakit apa yang jadi pemicunya," kata mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu.
Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes Kemenkes RI itu mengatakan sejumlah tahapan perlu dilakukan untuk merespons hal tersebut. "Hanya ada kasus sporadik atau klaster kecil di masyarakat. Lalu berikutnya akan berubah menjadi penularan di masyarakat yang berkelanjutan sehingga terjadi wabah di komunitas lokal," jelasnya.
Kalau keadaan terus tidak terkendali dan penyakit menular luas hingga dua wilayah regional WHO maka dapat dideklarasikan sebagai keadaan Public Health Emergency of International Concern – PHEIC, sesuai aturan dalam International Health Regulation (IHR).
"Kalau tidak terkendali akan dapat saja menjadi pandemi," ujarnya.
Tujuh langkah antisipasi
Tjandra menyebut tujuh langkah antisipasi yang perlu dilakukan sejak sekarang, yaitu membangun koordinasi antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian di pusat dan daerah, khusus untuk antisipasi H5N1. Ia juga mengimbau masyarakat sebaiknya tidak menyentuh hewan yang sakit atau mati karena sebab tidak jelas dan sebaiknya segera melaporkannya ke otoritas kesehatan hewan dan puskesmas setempat. Selain itu, perlu dilakukan surveilan pada unggas dan juga hewan mamalia di Indonesia untuk mendeteksi apakah sudah ada infeksi H5N1 pada berbagai jenis hewan.
"Kalau memang ada kasus yang dicurigai pada unggas di suatu daerah maka petugas kesehatan hewan dan petugas kesehatan tentu harus turun ke lapangan bersama," katanya.
Tjandra juga mendorong kegiatan surveilan pada peternak dan penjual di pasar dapat diperketat karena merekalah yang punya risiko tinggi tertular kalau kasus sudah ada pada hewan. Selain itu juga diperlukan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) pada binatang berikut kerja sama dengan organisasi internasional seperti WHO serta Organisasi Dunia Kesehatan Hewan (WOAH).
"Semua ini adalah salah satu bentuk nyata pendekatan One Health, kesehatan satu bersama, di mana untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat memang diperlukan kerja bersama sektor kesehatan, kesehatan hewan, dan bahkan juga kesehatan lingkungan," tegasnya.
Pilihan Editor: Para Ahli Khawatir Flu Burung Akan Menginfeksi Antar Manusia, Apa Itu Virus H5N1?