TEMPO.CO, Jakarta - Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi hal yang paling dinantikan oleh karyawan terutama menjelang hari raya tiba. Pemberian THR bagi pekerja atau buruh menjadi sebuah kewajiban bagi perusahaan sebagai upaya memenuhi kebutuhan para karyawan atau buruh dalam merayakan hari raya keagamaan.
Kebijakan pemberian THR juga ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan untuk para pekerja. Namun, apakah karyawan yang resign sebelum hari raya tiba akan dapat THR?
Pertanyaan tersebut seringkali menjadi keresahan bagi para karyawan yang ingin keluar alias resign sebelum hari raya tiba. Apalagi nominal uang THR terbilang tinggi untuk memenuhi kebutuhan menjelang hari raya.
Lantas, bagaimana ketentuan pemberian THR untuk karyawan? Bagaimana nasib karyawan yang ingin resign sebelum hari raya? Untuk lebih jelasnya, simak informasi berikut.
Aturan THR Untuk Karyawan
Pemerintah telah menetapkan aturan terkait THR pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di suatu perusahaan. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa THR merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh menjelang Hari Raya Keagamaan.
Pemberian THR bagi pekerja biasanya diberikan satu kali dalam satu tahun oleh perusahaan. Pembayaran THR juga dilakukan sesuai hari raya keagamaan masing-masing pekerja. Perusahaan harus membayar THR kepada para pekerja selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari keagamaan tiba.
Terdapat aturan terkait besaran THR yang diberikan untuk karyawan. Berdasarkan Permenaker No. 6 Tahun 2016, pekerja yang berhak mendapatkan THR adalah pekerja yang masa kerjanya 12 bulan atau lebih secara terus menerus, maka akan mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Sedangkan untuk pekerja yang masa kerjanya minimal sudah 1 bulan secara terus menerus tapi kurang dari 12 bulan, maka besaran nominal yang diberikan sesuai proporsional yakni dengan menghitung jumlah masa kerja dibagi 12 (dua belas) bulan dikali satu bulan upah.
Adapun, apabila perusahaan tidak memberikan THR, maka akan ada sanksi tegas berupa denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruhnya untuk peningkatan kesejahteraan pekerja.
Selain itu ada juga sanksi administratif lain bagi pengusaha atau perusahaan yang lalai memberikan THR, yaitu apabila pengusaha terbukti melanggar, maka akan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan sanksi pembatasan kegiatan usaha.
Resign Sebelum Hari Raya
Penting untuk diketahui, pemberian THR berlaku tidak hanya pada pekerja aktif saja melainkan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemberhentian diri atau resign. Untuk ketentuan pemberian THR karyawan yang resign, itu mengacu pada Pasal 7 Permenaker No. 6 Tahun 2016.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa karyawan yang berhak menerima THR adalah pekerja yang hubungan kerjanya berdasarkan waktu tidak tertentu dan mengalami pemutusan kerja terhitung sejak 30 hari sebelum hari raya keagamaan. Sementara, karyawan yang resign lebih dari 30 hari sebelum hari raya keagamaan maka tidak berhak atas THR.
Sebagai contoh, Anda mengundurkan diri 30 hari sebelum hari raya, tapi pengajuan resign Anda baru diterima 30 hari atau 20 menjelang lebaran. Maka, Anda berhak untuk mendapatkan THR,
Namun, jika Anda mengajukan pengunduran diri 50 hari sebelum hari raya dan pemutusan hubungan kerjanya dilakukan 40 hari menjelang hari raya, maka Anda tidak berhak menerima THR dari perusahaan.
Aturan Perhitungan THR PKWT dan PKWTT
Mengutip dari laman resmi Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker), pekerja dengan status outsourcing, kontrak (PKWT) ataupun pekerja tetap (PKWTT) berhak menerima Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan.
THR wajib dibayar penuh dan tepat waktu serta tidak ada perbedaan pembayaran berdasarkan status kerja. Hal itu tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan.
Dalam Permenaker tersebut, dijelaskan bahwa setidaknya terdapat tiga jenis karyawan kontrak yang berhak mendapat THR, yakni:
Pertama, karyawan yang statusnya status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih.
Kedua, karyawan PKWTT yang mengalami pemutusan kontrak 30 hari sebelum hari raya keagamaan.
Ketiga, karyawan yang dimutasi ke perusahaan lain dengan perhitungan masa kerja berlanjut dan pada perusahaan lama belum mendapatkan THR.
Selanjutnya, aturan perhitungan THR karyawan PKWT dan PKWTT sejatinya, tidak berbeda jauh dari pekerja tetap di sebuah perusahaan. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih diberikan sebesar 1 bulan upah.
Bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, maka THR diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: (masa kerja:12)x 1 bulan upah.
Pilihan Editor: Jangan Dihabiskan, Ajari Anak Kelola THR Lebaran
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.
RIZKI DEWI AYU