Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Indahnya Menyusuri Pantai-pantai Ambon

image-gnews
Ferry Latief
Ferry Latief
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta: Kunjungan ke Ambon, untuk menghadiri pesta pernikahan seorang teman pada pertengahan Maret lalu, sekalian saya manfaatkan untuk menjelajahi sejumlah tempat menarik.

Turun dari pesawat yang mendarat di Bandara Pattimura sekitar pukul 07.00 WIT, saya dijemput keluarga teman dan langsung menuju penginapan.

Mobil yang kami tumpangi menyusuri jalan membelah keheningan pagi melewati beberapa desa. Sampai di daerah Poka, mobil kami menaiki feri untuk menyeberang ke Galala. Sebenarnya bisa saja kami terus mengendarai mobil menyusuri jalan raya sampai ke Kota Ambon dengan melewati daerah Negeri Lama, Passo, dan Halong, tapi harus memutar agak jauh.

Ketika menyusuri jalan-jalan Kota Ambon, saya menikmati betul pemandangan yang terhampar di sepanjang Teluk Ambon. Lautan yang jernih, langit yang biru, udara yang bersih, angin yang bertiup agak kencang, perahu kecil yang hilir mudik dengan layar warna-warni di perairannya, dan tipografi kota yang berbukit-bukit; oh, alangkah indahnya!

Saya menginap di Avema Lestari, pondok wisata kecil di daerah Tanah Tinggi, Kota Ambon, dengan tarif Rp 150 ribu. Setelah masuk pondokan, saya ingin mencicipi masakan khas daerah setempat. Dengan menumpang becak, saya pergi ke Pasar Matahari di dekat Lapangan Mardika. Bukan makanan khas Ambon yang kami temukan, melainkan pecel Madiun. Akhirnya saya lahap makanan khas Jawa Timur itu.

Pada malam hari, saya mengikuti Katereji, tradisi menari bersama, di tempat resepsi pernikahan area terbuka restoran Tirtha Kencana di daerah Amahusu. Letaknya tepat di tepi laut, sehingga kami bisa memandang laut lepas yang dibatasi tanggul pemecah ombak.

Katereji adalah tarian pergaulan yang mengalami akulturasi dengan budaya Barat. Dalam pesta-pesat rakyat di Ambon, tradisi tari bersama ini lazim dilakukan. Mereka berdansa berpasang-pasangan, suami dengan istri, orang tua dengan anak, adik dengan kakak, atau pemuda dengan teman atau pacarnya, bahkan sampai anak-anak kecil. Dengan diiringi musik bergaya Hawaiian, para tamu berdansa tertib, sepertinya mereka sudah saling memahami gerakan masing-masing.

Dalam tarian Katereji, banyak jenis gerakan dilakukan. Tarian pembukanya disebut mars, seperti dansa tapi dilakukan secara cepat. Saya lihat beberapa penarinya sampai mandi keringat mengikuti iramanya. Setelah itu, berturut-turut ada jenis gerakan tari lain, yaitu waltz, ola-ola, polonaise, dan polka.

Pagi harinya, 13 Maret, saya berniat menyusuri pantai sebelah timur Pulau Ambon. Di sana ada desa nelayan, Tulehu dan Waai. Dengan menyewa sepeda motor ojek seharga Rp 80 ribu untuk sehari penuh, saya meluncur ke pantai timur. Berboncengan dengan Angelika Pattihahuan, seorang teman yang juga datang dari Jakarta, kami mengunjungi tempat penyeberangan dengan perahu kecil di Galala, yang penumpangnya kebanyakan mahasiswa Universitas Pattimura. Di sini juga ada angkutan feri besar, yang bisa mengangkut mobil.

Dari Galala, kami bergerak menyusuri daerah Halong, tempat pangkalan armada TNI Angkatan Laut, yang merupakan kelahiran Angelika.

Setelah melewati Halong, kami tiba di Passo. Ada kemacetan sedikit di depan Pasar Passo, yang membuat orang lebih senang naik feri di Galala daripada menembus kemacetan, selain karena jaraknya yang lebih jauh. Keramaian pasar itu menunjukkan aktivitas ekonomi di Ambon telah pulih. Jejeran pedagang kaki lima memenuhi sepanjang jalan, yang sebagian besar menjajakan hasil laut.

Desa Passo dan Desa Batu Merah adalah simpul perdamaian di Ambon yang sempat diliputi pertikaian bermotif suku, agama, ras, dan antargolongan. Dari kedua desa itu timbul inisiatif menyelesaikan pertikaian secara adat dengan kembali mengikrarkan persaudaraan, yang biasa disebut Pela Gandong.

Selepas Passo, kami menjumpai pantai yang indah di sebelah kanan jalan. Itulah Pantai Natsepa, yang merupakan tujuan wisata. Selain landai dan ombaknya tak seberapa besar, pantai ini banyak didukung fasilitas wisata, seperti kamar mandi umum dan warung-warung rujak, yang berjejer memenuhi pantai. Konon, rujak Natsepa ini yang terenak di Pulau Ambon. Di pantai ini kita juga bisa menyaksikan panorama matahari terbenam.

Melewati perbukitan selepas Pantai Natsepa, sepeda motor kami mulai menjelajahi daerah Suli. Seperti pesan seorang teman di Ambon, kalau lewat Suli, jangan lupa mampir ke tempat penyulingan minyak kayu putih. Letaknya tepat di depan SMP Negeri Suli, dekat barak tentara. Pak Jhon, pemilik penyulingan asal Timor Leste, belajar membuat minyak kayu putih di Pulau Buru. Minyak kayu putihnya terkenal berkualitas tinggi karena murni, tanpa campuran apa pun. Harganya lumayan mahal, yakni Rp 100 ribu untuk seukuran botol bir.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya sempat mencobanya sedikit. Memang aromanya lebih kuat dan rasanya lebih menusuk dibandingkan dengan yang dijual di pasar. Saya membeli beberapa botol, oleh-oleh untuk teman di Jakarta.

Kami pacu sepeda motor kami lagi menuju desa nelayan Tulehu. Dalam perjalanan, saya melihat seorang ibu berjualan gorengan di warung depan rumahnya. Motor saya rem mendadak. Saya hampiri warung itu. Yang dijual ternyata pisang dan sukun goreng. Yang istimewa, gorengan itu dimakan dengan sambal. Kami berdua mencoba beberapa potong dan memang enak betul.

Di sepanjang perjalanan, kami menjumpai warung-warung kecil dengan atap rumbia yang menjual makanan khas Ambon. Ada yang menjual setup pisang, ikan goreng, roti goreng, nasi kuning yang sangat berlemak, dan buah gandaria.

Sesampai kami di Tulehu, karena sudah terlalu siang, aktivitas nelayan sudah sepi. Kami mencicipi satu piring setup pisang sambil bercanda ria dengan ibu-ibu yang sedang ngerumpi di warung itu. Setelah itu, kami pun melanjutkan perjalanan ke Desa Waai. Di desa ini kami mampir sejenak ke pantainya, yang dipenuhi batu koral. Karena pantainya sangat jernih, batu-batu koral di dasar laut itu terlihat jelas dari pinggir pantai.

Di Waai, kami juga menjumpai beberapa anak sungai yang berair jernih dipenuhi rombongan ibu-ibu yang mandi dan mencuci baju. Sungai di Waai terkenal karena dihuni belut-belut raksasa yang bisa dipanggil keluar dari lubangnya oleh seorang pawang dengan pancingan sebutir telur ayam. Sayangnya, kami tidak menyempatkan diri melihat belut-belut itu. Karena kami memburu waktu meneruskan perjalanan ke Liang, tempat pelabuhan feri yang menghubungkan Pulau Ambon dengan Pulau Seram.

Hari mulai beranjak sore. Aktivitas warga Desa Liang mulai kembali menggeliat. Pantainya terlihat ramai oleh anak-anak yang berenang dan bermain bola. Berganti-ganti mereka melompat dari tanggul pemecah ombak ke laut yang jernih. Di latar belakangnya tampak daerah Pegunungan Salahutu yang hijau kebiru-biruan. Indah dan damai nian panorama yang terbentang di hadapan kami. Sempat berlama-lama di tempat itu, kami mengamati anak-anak yang riang bermain di tepi pantai.

Dari sana kami menuju ke dermaga penyeberangan feri. Tak terasa, perut kami keroncongan akibat perjalanan. Kami pun mencari warung untuk makan. Kali ini saya bertekad mendapatkan makanan tradisional khas Ambon. Syukurlah, di tepi pantai belakang tembok pelabuhan ada sebuah warung yang khusus menjual papeda.

Papeda adalah makanan pokok khas Ambon yang terbuat dari sagu. Biasanya dimakan dengan kuah ikan asam yang pedas. Sebelum papeda itu dituangkan, piring harus diisi dulu dengan kuah ikan asam agar papeda tidak lengket di dasar piring. Lauk utamanya ikan tongkol, yang banyak dijumpai di warung-warung dengan harga murah. Rasanya beda betul dengan tongkol yang biasa saya makan di Jakarta; di sini terasa segar dan agak manis.

Hidangan kali ini dilengkapi dengan sayur kohu-kohu, semacam urap tapi dikukus tidak sampai matang betul sehingga getasnya sayur masih terasa. Sampai berkeringat kami menyantap hidangan itu, sementara di hadapan kami terpampang lautan lepas dan Pulau Seram terlihat di kejauhan. Wow, nikmat betul!

Di pelabuhan Liang, kami sempat menyaksikan beberapa orang sedang memancing dengan cara unik. Cigi-cigi, begitu nama teknik memancing ini, tak menggunakan umpan. Kail dilempar begitu saja di atas kerumunan ikan yang terlihat jelas dari dermaga, dan tiba-tiba kail ditarik. Kalau pemancing beruntung, mata pancing akan menyangkut pada bagian tubuh ikan, bukan pada mulutnya. Memancing seperti ini amat memungkinkan di Ambon karena ikannya melimpah ruah.

Dari Liang kami bertolak kembali ke Kota Ambon, menyusuri jalan yang sama ketika pergi. Hari sudah malam ketika sampai di kota, tapi ini tak menyurutkan hati kami untuk menikmati durian. Belum puas makan durian di Jalan Ahmad Yani, kami menuju Pantai Losari, dekat Lapangan Mardika. Selain lebih banyak pedagang durian ketimbang di Jalan Ahmad Yani, di Losari banyak pedagang besi putih, benda khas Maluku. Sampai larut malam kami nongkrong di Pantai Losari.

Mumpung berada di Ambon, pada kesempatan berikutnya, sebelum pulang ke Jakarta, saya mengunjungi tugu patung pahlawan nasional Christina Martha Tiahahu di perbukitan Karang Tengah. Dari tugu ini panorama kota terlihat jelas. Patung Christina tampak gagah dengan ikat kepala dan tombaknya, menatap lurus ke depan, memandang kota.

Dari sana, saya turun ke Lapangan Mardika. Sore itu alun-alun kota itu dipenuhi pemuda-pemudi yang sedang berolahraga. Patung pahlawan nasional Kapiten Pattimura, yang menghunus parang, terlihat perkasa, seakan memberi semangat kepada warga Ambon untuk bangkit kembali membangun wilayah yang pernah porak-poranda karena pertikaian.

Feri Latief, Penikmat Perjalanan, Tinggal di Jakarta
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


KCIC Sebut Cuaca Buruk Picu Keterlambatan Perjalanan Kereta Cepat Whoosh

20 jam lalu

Kereta berkecepatan tinggi Whoosh yang menghubungkan Jakarta dan Bandung. (ANTARA/Fitra Ashari)
KCIC Sebut Cuaca Buruk Picu Keterlambatan Perjalanan Kereta Cepat Whoosh

Cuaca buruk membuat perjalanan kereta cepat Whoosh mengalami keterlambatan. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memberi kompensasi makanan dan minuman untuk penumpang.


Daftar Pertanyaan yang Sering Diajukan saat Wawancara Visa

10 hari lalu

ilustrasi visa (pixabay.com)
Daftar Pertanyaan yang Sering Diajukan saat Wawancara Visa

Biasanya petugas akan menanyakan beberapa pertanyaan untuk menentukan kelayakan mendapatkan visa


Maskapai Penerbangan ini Buat Penerbangan Misterius yang Tidak Diketahui Tujuannya

10 hari lalu

Maskapai penerbangan SAS. Instagram.com/@flysas/@bravojulietspotting
Maskapai Penerbangan ini Buat Penerbangan Misterius yang Tidak Diketahui Tujuannya

Salah satu penumpang merasa antusias mengikuti penerbangan yang memberikan pengalaman unik


Pentingnya Power Nap Saat Perjalanan Jauh, Ini Maksudnya

10 hari lalu

Ilustrasi tidur di dalam mobil. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Pentingnya Power Nap Saat Perjalanan Jauh, Ini Maksudnya

Tidur singkat atau power nap dapat membantu masyarakat menjaga kesehatan fisik dan mental selama perjalanan jauh dengan kendaraan. Kenapa penting?


Terpopuler: Arus Balik Lebaran KAI Tawarkan Promo Tarif Spesial, Cek Titik Rawan Macet dan Kecelakaan Arus Balik Lebaran

10 hari lalu

Sejumlah pemudik kereta api Jaka Tingkir berjalan keluar setibanya di Stasiun Senen, Jakarta, Minggu 14 April 2024. Angka kedatangan akan terus bertambah seiring pemesanan tiket arus balik yang masih tersedia. Arus balik diprediksi mulai tanggal 13, 14 dan 15 April 2024. Pada tanggal-tanggal tersebut terdapat sebanyak 44.000 - 46.000 lebih penumpang per harinya yang menuju Jakarta. TEMPO/Subekti.
Terpopuler: Arus Balik Lebaran KAI Tawarkan Promo Tarif Spesial, Cek Titik Rawan Macet dan Kecelakaan Arus Balik Lebaran

PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI memberikan promo tarif spesial selama masa arus balik Lebaran.


KAI Commuter Tambahkan 8 Perjalanan di Hari Pertama Kerja Besok

11 hari lalu

Sejumlah penumpang KRL Commuter Line menunggu keberangkatan kereta di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Senin 12 Juni 2023. Menurut keputusan Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan nomor 17 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pelaku perjalanan orang dengan transportasi kereta api pada 12 Juni 2023, penumpang diperbolehkan tidak menggunakan masker apabila dalam keadaan sehat serta tidak berisiko tertular atau menularkan COVID-19 dan KAI Commuter selaku operator KRL Commuter Line menghimbau seluruh penumpang untuk tetap melakukan vaksinasi COVID-19. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah
KAI Commuter Tambahkan 8 Perjalanan di Hari Pertama Kerja Besok

KAI Commuter memprediksi akan ada lebih dari 850 - 900 ribu pengguna commuter line Jabodetabek di hari pertama kerja, pasca libur Lebaran 2024.


7 Hal Penting saat Merawat Motor Matic Setelah Mudik

12 hari lalu

Ilustrasi merawat motor. (Sumber: Yamaha)
7 Hal Penting saat Merawat Motor Matic Setelah Mudik

Motor perlu dirawat setelah digunakan saat mudik. Ini deretan komponen yang perlu dicek?


5 Tips Jitu Hindari Kehabisan Tiket Pelabuhan Penyeberangan saat Arus Balik

12 hari lalu

Pemudik berjalan keluar dari kapal di Pelabuhan Merak, Kota Cilegon, Banten, Sabtu 13 April 2024. PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) memprediksi puncak arus balik dari Pulau Sumatera menuju Pulau Jawa terjadi pada tanggal 13 sampai 14 April. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
5 Tips Jitu Hindari Kehabisan Tiket Pelabuhan Penyeberangan saat Arus Balik

Jangan biarkan arus balik Lebaran jadi berantakan karena kehabisan tiket kapal. Ikuti tips ini untuk mengamankan tiket penyeberangan


Spanyol Tawarkan Program Perjalanan Bersubsidi untuk Pensiunan

14 hari lalu

Ilustrasi lansia traveling. Freepik.com/Rawpixel.com
Spanyol Tawarkan Program Perjalanan Bersubsidi untuk Pensiunan

Program perjalanan khusus pensiunan ini tersedia setiap tahun selama 'musim sepi' dari bulan Oktober hingga Juni.


Mengurangi Risiko Mabuk Perjalanan Saat Mudik, Simak 5 Kiat Ini

17 hari lalu

Ilustrasi arus mudik dan balik Lebaran. TEMPO/Hilman Fathurrahman
Mengurangi Risiko Mabuk Perjalanan Saat Mudik, Simak 5 Kiat Ini

Risiko mabuk perjalanan dapat bertambah parah atau mudah kambuh saat duduk tak searah, misalnya menghadap ke belakang atau samping.