TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kandungan dan kebidanan dr. Andry , Sp.OG menilai infeksi HPV bisa sembuh sendiri. Namun, kemungkinan terjadi infeksi menetap lebih besar pada wanita berusia 30 tahun ke atas.
"Infeksi virus ini tidak memiliki pengobatan antivirus spesifik, dapat sembuh sendiri dengan bantuan imunitas tubuh," kata anggota Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia itu.
Andry mengatakan tidak ada pengobatan antivirus spesifik untuk menangani infeksi human papillomavirus atau HPV. Sebagian besar infeksi HPV tidak bergejala. Namun, ada infeksi yang menimbulkan gejala berupa kutil pada alat kelamin atau bagian tubuh lain.
Infeksi awal HPV dapat berlangsung tanpa gejala. Oleh karena itu, Andry menilai pencegahan sangat penting dilakukan. Salah satunya dengan melakukan vaksinasi terhadap infeksi HPV.
Vaksinasi atau pemberian antigen ke dalam tubuh akan menginduksi terbentuknya antibodi atau kekebalan terhadap infeksi alamiah dari HPV. Vaksinasi dapat mencegah infeksi HPV penyebab kanker berkembang menjadi kanker serviks invasif.
2-3 Dosis
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) merekomendasikan dosis vaksinasi HPV pada anak perempuan berusia 9-14 tahun sebanyak dua dosis. Sementara pada wanita berusia di atas 18 tahun diberikan tiga dosis. Vaksin HPV pada umumnya dapat diterima dengan baik dan reaksi paling sering terjadi setelahnya berhubungan dengan tempat penyuntikan, seperti nyeri, bengkak, dan kemerahan yang hanya bersifat sementara.
"Antibodi atau kekebalan yang ditimbulkan dari vaksinasi HPV memberikan perlindungan jangka panjang dan berlangsung lama," tutur dokter yang berpraktik di RS Pondok Indah – Puri Indah dan Bintaro Jaya itu.
Vaksin HPV bisa bermanfaat maksimal pada yang belum pernah melakukan hubungan seksual. Namun, ini bukan berarti vaksin tak bermanfaat bagi perempuan yang sudah menikah atau pernah berhubungan seksual.
"Vaksin ini juga bermanfaat karena belum tentu orang tersebut pernah terpapar virus HPV dengan strain (jenis) yang dapat dicegah oleh vaksin," kata Andry.
Dia menyarankan wanita yang sudah aktif secara seksual untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kebidanan sebelum divaksin serta melakukan pemeriksaanorgan kewanitaan terlebih dulu. Bagi yang aktif secara seksual dan telah divaksin, Andry menyarankan melakukan skrining atau deteksi dini rutin karena 30 persen kasus kanker serviks disebabkan jenis HPV yang tidak dapat dicegah oleh vaksin tersebut.
Skrining termasuk pencegahan sekunder untuk mendeteksi keberadaan sel-sel abnormal, lesi prakanker, dan kanker serviks namun tidak dapat mencegah terjadinya infeksi HPV. Andry menilai skrining penting dilakukan karena kanker serviks stadium awal tidak bergejala.
Apabila ada gejala yang timbul, biasanya menandakan kanker serviks sudah mencapai tahap lanjut. Jika kanker serviks telah terdeteksi dini (tahap lesi prakanker atau stadium awal) maka kemungkinan bisa ditangani dengan tuntas dan tingkat kesembuhan akan sangat tinggi.
"Skrining kanker serviks tetap diharuskan walaupun sudah vaksinasi HPV," tegasnya.
Pilihan Editor: Kanker Serviks Bisa Menyebabkan Kematian, Kenali Gejala, Pencegahan dan Penyebabnya
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.