TEMPO.CO, Jakarta - Psikiater Santi Yulianti menekankan trauma masa kecil bisa mempengaruhi dan membentuk respons seseorang ketika menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari.
“Yang namanya trauma adalah ingatan seseorang yang betul-betul mengalami sesuatu sehingga itu tersimpan di otak kita,” kata Santi dalam Taklimat Kementerian Kesehatan: "Ada Apa dengan Kesehatan Mental", Kamis, 15 Juni 2023.
Ia menuturkan trauma yang terjadi pada usia anak-anak itu akan menjadi memori yang dianggap paling benar oleh otak. Ingatan itu akan membenarkan respons yang dikeluarkan ketika menghadapi suatu masalah. Proses penyembuhannya pun tidak bisa dilakukan dalam kurun waktu yang cepat karena merupakan salah satu bentuk luka mendalam.
Pengaruhi pola pikir
Misalnya, bila orang mengalami trauma akibat terlalu sering dibentak oleh orang tua yang cenderung memiliki sifat galak dan tegas, kemudian di tempat kerja saat ini bertemu atasan yang memiliki sifat sama, memori masa lalu akan membuatnya merasa tidak boleh membantah dan harus jadi penurut.
“Way of thinking (cara berpikir) sangat berpengaruh terhadap pola asuh karena pola asuh ini akan membentuk bagaimana otak mengkomunikasikan referensi yang diperlukan,” ujarnya.
Contoh lain adalah ketika anak tumbuh dalam kecemasan akibat sering dilarang atau ditakut-takuti maka ketika mengambil keputusan ia tidak memiliki referensi apapun untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi karena merasa semua keputusan yang diambil akan disalahkan.
“Jadi, adaptasi terhadap kondisi ini butuh waktu lama karena seperti di awal, itu pentingnya childhood trauma dan pola asuh yang mempengaruhi bagaimana kehidupan kita ke depan,” tegas Santi.
Pilihan Editor: Hubungan Bahasa Cinta dan Pengalaman Masa Kecil