TEMPO.CO, Jakarta - Data Kementerian Kesehatan menunjukkan lebih dari 31.113 kasus rabies dan 11 kematian akibat penyakit tersebut di Indonesia sepanjang 2020 hingga April 2023. Dari jumlah tersebut, 95 persen kasus disebabkan gigitan anjing dan lebih dari 40 persen terjadi pada anak-anak.
Anggota Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia, Novie Homenta Rampengan, menyebut tiga langkah utama mencegah penyebaran virus rabies pada manusia, yang biasa ditularkan lewat perantaraan hewan peliharaan seperti anjing. Ia mengatakan langkah pertama mencegah penyebaran virus rabies adalah memastikan hewan peliharaan seperti anjing atau kucing dalam kondisi sehat serta rutin vaksinasi. Kedua, apabila digigit hewan yang berisiko terjangkit rabies, segera cuci luka dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit.
"Saat ada orang tergigit, penanganannya harus tetap tenang. Cuci luka dengan air sabun atau deterjen di bawah air mengalir selama 10-15 menit supaya virus ikut terbawa keluar, " katanya.
Mencuci luka dengan air mengalir sangat disarankan karena jika menggunakan air di dalam wadah, misalnya baskom, virus akan berkutat di tempat. Langkah ketiga untuk mencegah penyebaran virus rabies adalah secepatnya melapor ke puskesmas, rumah sakit, atau Pusat Rabies untuk mendapatkan penanganan medis yang lebih cermat.
"Rabies ditularkan lewat GHPR (Gigitan Hewan Penular Rabies), dalam hal ini anjing. Anak-anak senang bergaul akrab dengan binatang sehinggaorang tua terkadang kurang perhatian, suatu waktu rentan diserang oleh hewan tersebut," tambah Novie.
Ia menjelaskan, secara teori bila angka GHPR meningkat maka jumlah kasus anak-anak yang digigit hewan maupun berisiko terpapar rabies juga ikut meningkat. Meski demikian, sejauh ini belum ada laporan kasus kematian pada anak-anak.
"Secara umum 40 persen terjadi pada anak-anak tapi, belum ada laporan kasus kematian," jelasnya.
Strategi eliminasi
Dalam menghadapi rabies, pemerintah telah menerapkan strategi eliminasi "Rabies One Health 2030" dengan target seluruh kabupaten dan kota endemis. Hingga 2022, capaian strategi ini telah mencapai 84 persen kabupaten/kota endemis eliminasi rabies. Strategi tersebut meliputi empat skema utama yaitu pencegahan, surveilans, penanganan kasus, dan promosi kesehatan.
Skema pencegahan mencakup pengendalian rabies pada faktor risiko (vaksinasi massal hewan penular rabies), profilaksis prapajanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi, pemberdayaan masyarakat lewat Tim Siaga Rabies (TISIRA), dan penguatan koordinasi, kolaborasi, serta komunikasi lintas-sektor One Health.
Pada skema surveilans, pemerintah melakukan integrasi lintas-sektor, berbagi informasi hasil laboratorium Kesehatan Hewan kepada sektor Kesehatan Masyarakat, penguatan rencana kesiapsiagaan dan respons wabah, serta penguatan sistem informasi terpadu lintas-sektor.
Sedangkan pada skema penanganan kasus, strategi eliminasi rabies meliputi profilaksis pascapajanan pada kasus GHPR, pemenuhan kebutuhan vaksin dan serum antirabies, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan untuk tatalaksana kasus GHPR, peningkatan akses pelayanan lewat Rabies Center, serta Manajemen Tatalaksana Kasus Gigitan Terpadu lintas-sektor (TAKGIT).
Sementara skema promosi kesehatan melingkupi kampanye cuci luka gigitan hewan penular rabies secara mandiri oleh masyarakat, panduan memelihara hewan penular rabies dengan benar, serta pemanfaatan media informasi dan media sosial untuk sosialisasi rabies.
"Rabies memang mematikan namun dapat dicegah melalui kewaspadaan dini kita semua," tandan Novie.
Pilihan Editor: Waspada Rabies, Cek Gejala dan Pencegahan pada Manusia dan Hewan Peliharaan