TEMPO.CO, Jakarta - Obesitas disebabkan ketidakseimbangan energi yang ada, di mana terlalu banyak kalori yang masuk, namun terlalu sedikit kalori yang dibakar. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi banyak kalori atau berapa banyak energi yang dibakar orang setiap harinya. Tetapi faktor yang paling bervariasi dan paling mudah dimodifikasi adalah jumlah aktivitas fisik yang dilakukan orang setiap hari.
Dilansir dari Harvard.edu, tetap aktif melakukan aktivitas fisik dapat membantu orang mempertahankan berat badan yang sehat atau menurunkan berat badan. Hal ini juga dapat membantu menurunkan risiko penyakit jantung, diabetes, stroke, tekanan darah tinggi, osteoporosis, dan kanker tertentu, serta mengurangi stres dan meningkatkan suasana hati. Sementara gaya hidup tidak aktif yang dilakukan terus menerus justru akan berdampak sebaliknya.
Baca juga:
Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, dr Esti Widiastuti, MScPH mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat memicu obesitas adalah kurangnya aktivitas fisik. Berdasarkan data Riskesdas 2018, angka nasional obesitas mencapai sekitar 21,8 persen. Angka yang didapat ini didasarkan pada pengukuran massa tubuh. Melalui Riskesdas ini juga diketahui bahwa proporsi aktivitas fisik sangat rendah.
“Berbicara tentang obesitas itu berbicara bahwa apa yang masuk ke dalam tubuh dengan apa yang keluar. Tapi kalau apa yang masuk lebih banyak akhirnya menumpuk, dan penumpukan kalori yang masuk itu akan menjadi lemak sehingga jadilah overweight dan obesitas,” kata dr. Esti dalam konferensi pers yang dilakukan di gedung Kemenkes, Jakarta, pada 11 Juli 2023.
Selanjutnya, Esti juga menjelaskan bahwa banyak orang-orang mengira bahwa obesitas menjadi faktor risiko untuk terjadinya penyakit-penyakit tidak menular lainnya. Padahal, penyebab obesitas ada banyak faktor seperti, aktivitas fisik yang kurang sementara asupan kalori cukup tinggi.
Dilansir dari Stanford.edu, dari hasil penelitian yang dilakukan tim peneliti Stanford terhadap hasil survey kesehatan nasional dari tahun 1988 hingga 2010, mereka menemukan peningkatan besar pada obesitas dan ketidakaktifan fisik, tidak pada keseluruhan kalori yang dikonsumsi.
“Yang paling mengejutkan kami adalah betapa dramatisnya perubahan aktivitas fisik di waktu senggang,” ujar Uri Ladabaum, MD, profesor gastroenterologi dan penulis utama studi tersebut.
“Meskipun kami tidak dapat menarik kesimpulan tentang sebab dan akibat dari penelitian kami, temuan kami mendukung gagasan bahwa olahraga dan aktivitas fisik merupakan faktor penentu penting dari tren obesitas,” ujarnya.
Dalam penelitian yang mereka lakukan tersebut, kemudian diketahui bahwa persentase wanita yang melaporkan tidak melakukan aktivitas fisik melonjak dari 19 persen menjadi 52 persen antara tahun 1988 dan 2010, sedangkan persentase pria yang tidak aktif melakukan aktivitas fisik naik dari 11 persen menjadi 43 persen selama periode yang sama. Angka ini bisa dikatakan sebagai kenaikan yang tinggi.
Selain itu, angka obesitas juga diketahui meningkat dari 25 persen menjadi 35 persen pada wanita dan dari 20 persen menjadi 35 persen pada pria. Anehnya, jumlah kalori yang dikonsumsi per-harinya tidak mengalami perubahan secara signifikan.
Organisasi Kesehatan Dunia, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat, serta berbagai otoritas lainnya merekomendasikan bahwa untuk mendapatkan kesehatan yang baik, orang dewasa harus melakukan aktivitas fisik sedang hingga berat yang setara dengan 2,5 jam per-minggu. Sementara itu, anak-anak harus mendapat lebih banyak, setidaknya satu jam per-hari. Bagaimanapun aktivitas fisik sangat diperlukan untuk membantu mempertahankan berat badan yang sehat dan untuk membantu menurunkan berat badan.
Pilihan Editor: Kenali Bahaya Minuman Berpemanis Bisa Sebabkan Obesitas hingga Penyakit Jantung