TEMPO.CO, Jakarta - Hari Anak Nasional diperingati setiap 23 Juli. Yayasan Save The Children Indonesia menyatakan hari tersebut harus menjadi momentum memperkuat komitmen untuk mengakhiri kekerasan anak.
“Temuan kami terkait kekerasan pada anak, terutama perundungan, sangat nyata menjelaskan anak berada di lingkungan yang tidak aman, bahkan beberapa dari mereka tidak berani melapor kepada siapa pun," kata Chief Executive Officer (CEO) Save The Children Indonesia, Selina Patta Sumbung.
Riset Save the Children Indonesia pada akhir 2022 mengenai pemulihan pembelajaran di empat kota dan kabupaten di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur menemukan sekitar 66 persen atau 1.187 anak mengalami perundungan yang bervariasi. Ejekan merupakan perundungan yang paling banyak ditemukan, sekitar 92 persen. Bahkan, sekitar 37 persen anak mengaku pernah mengalami pemukulan.
Riset juga menunjukkan hanya satu di antara empat anak atau sekitar 24 persen yang berani melapor kepada orang tua mengalami perundungan. Satu di antara tiga anak atau 33 persen bahkan tidak melapor kepada siapa pun ketika mengalami perundungan.
"Perundungan dapat berdampak pada kesejahteraan dan tumbuh kembang anak. Jika tidak segera ditangani dengan baik maka Indonesia sulit mewujudkan generasi yang tangguh dan berkualitas demi mencapai Indonesia Emas 2045," ujar Selina.
Ia memaparkan perundungan juga menjadi salah satu penyebab kegagalan pembentukan karakter anak yang tangguh dan mampu beradaptasi. Berdasarkan hasil riset, ditemukan 47 persen anak yang mengalami perundungan cenderung tidak memiliki teman, 28 persen bahkan mengaku tidak memiliki teman belajar kelompok yang mengakibatkan turunnya motivasi anak untuk belajar. Bahkan, beberapa di antaranya terpaksa harus pindah atau memilih putus sekolah.
Kurang pengetahuan
Faktor utama yang berkontribusi meningkatkan angka perundungan adalah kurangnya pengetahuan mengenai perundungan dan bahayanya pada anak. Selain itu, riwayat mengalami kekerasan, termasuk pengasuhan dengan kekerasan, lingkungan masyarakat, dan budaya permisif juga menjadi penentu meningkatnya angka perundungan.
"Diperlukan peran orang tua untuk melindungi anak dari kekerasan dengan mengedepankan pengasuhan positif dan menjadi sahabat untuk anak, memenuhi hak partisipasi anak, dan memberikan apresiasi pada setiap proses yang akan, sedang dan telah dilakukan anak," tuturnya.
Peran para pendidik juga penting untuk dapat memahami psikologi perkembangan dan perlindungan anak dengan memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kapasitas dan tumbuh kembang anak, termasuk kepada anak dengan disabilitas. Begitu juga peran masyarakat penting untuk meningkatkan kesadaran pentingnya mencegah kekerasan anak.
Pilihan Editor: Dokter Jiwa Ungkap Bahaya Anak Main Media Sosial sejak Kecil