TEMPO.CO, Jakarta - Resistensi antibiotik merupakan masalah besar karena bisa menyebabkan antibiotik menjadi kurang efektif untuk mengobati jenis bakteri tertentu.
Dilansir dari Cleveland Clinic, resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dan dapat melawan obat antibiotik yang biasanya membunuh mereka, sehingga obat antibiotik tidak bisa membunuh atau menghentikan pertumbuhan bakteri. Akibatnya, infeksi bakteri menjadi sangat sulit untuk diobati.
Lantas, apa apa saja faktor yang sering berkontribusi terhadap resistensi antibiotik?
1. Penggunaan antibiotik yang berlebihan
Penggunaan antibiotik yang berlebihan seperti mengonsumsi antibiotik saat tidak diperlukan atau membantu berkontribusi terhadap resistensi antibiotik. Misalnya, sebagian besar kasus faringitis (sakit tenggorokan) ialah virus. Adapun antibiotik tidak akan membantu. Bahkan infeksi telinga akibat bakteri seringkali membaik tanpa antibiotik.
2. Penyalahgunaan antibiotik
Penyalahgunaan antibiotik di mana bakteri memanfaaatkan setiap kesempatan untuk berkembang biak. Jika Anda lupa minum obat selama sehari atau beberapa hari, menghentikan pengobatan terlalu dini, atau menggunakan antibiotik yang salah (seperti minum obat orang lain) dapat membuat bakteri mulai bereproduksi. Ketika bakteri berkembang biak, mereka bisa berubah atau bermutasi. Bakteri yang bermutasi ini menjadi semakin kebal terhadap obat.
3. Penggunaan antibiotik dalam peternakan
Penggunaan antibiotik dalam peternakan di mana bakteri pada hewan juga bisa menjadi resisten terhadap antibiotik. Diperkirakan 80 persen penggunaan antibiotik di Amerika Serikat adalah untuk ternak.
4. Resisten spontan
Terkadang susunan genetik (DNA) bakteri berubah atau bermutasi dengan sendirinya. Di mana antibiotik tidak mengenali bakteri yang baru berubah itu dan tidak dapat menargetkannya sebagaimana harusnya, atau perubahan membantu bakteri melawan efek obat.
5. Resistensi yang ditularkan
Kepada orang lain, Anda bisa menularkan infeksi bakteri yang resistensi terhadap obat. Orang itu sekarang mempunyai infeksi yang tidak akan menanggapi antibiotik. Saat resistensi antibiotik terjadi, kita tidak mengetahui itu terjadi sampai kita merawat seseorang. Di mana antibiotik yang sebelumnya berhasil, tiba-tiba berhenti bekerja atau menjadi kurang efektif.
Tubuh tidak mengembangkan resistensi antibiotik, namun bakteri yang melakukannya. Jamur, parasit, dan virus juga dapat mengembangkan resistensi obat. Saat resistensi antibiotik terjadi, terdapat lebih sedikit antibiotik yang efektif melawan bakteri tertentu. Sementara antibiotik lain sering membantu, namun penting untuk mempunyai sebanyak mungkin pilihan pengobatan.
Sementara Anda semakin sakit, dibutuhkan waktu untuk menyadari apa yang sedang terjadi. Sekali lagi, biasanya obat dapat ditemukan. Namun waktu sudah berlalu dan bakteri yang sekarang kebal, mungkin lebih sulit untuk diobati.
Pilihan Editor: Awas Resistensi Antibiotik, Ini Dampaknya bagi Tubuh