TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta menduduki posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Minggu, 13 Agustus 2023. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.00 WIB, Indeks Kualitas Udara Jakarta berada di angka 170 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5. Berdasarkan tingkat polusi udara, Jakarta diperkirakan dalam kategori kondisi tidak sehat selama beberapa hari ke depan.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai penerapan bekerja dari rumah (WFH) bukan solusi untuk mengatasi polusi udara Jakarta.
"Mengenai polusi ini konteks jangka pendeknya bukan WFH," kata Trubus.
WFH bukan solusi
Ia memberi contoh adanya imbauan penerapan WFH bagi para pekerja pada 5-7 September 2023 bertepatan dengan KTT Ke-43 ASEAN. Menurutnya, seolah WFH seperti obat yang tiba-tiba langsung menyembuhkan suatu masalah. Penerapan WFH ini jangan sekadar wacana tetapi harus dievaluasi dan berkesinambungan.
Kalau ingin melaksanakan WFH pemerintah perlu juga merangkul semua pihak, termasuk swasta, dengan memberikan kompensasi maupun konsekuensi jika ada pelanggaran. Ia menuturkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebaiknya mengoptimalkan uji emisi sesuai Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2020 mengenai Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Menurutnya, uji emisi tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh sampai sekarang.
"Terapkan uji emisi. Kalau bisa, keluarkan kebijakan pembatasan usia kendaraan. Akan tetapi, itu juga butuh keberanian karena musuhnya pelaku usaha mobil, mobil bekas sama motor bekas,” ujarnya.
Meski demikian, ia memahami pergub tersebut belum bisa secara optimal karena adanya keterbatasan anggaran serta kurangnya edukasi masyarakat mengenai uji emisi.
"Ini sifatnya jangka pendek. Setelah itu, ini tergantung cuaca juga sehingga orang berpikir itu sesuatu yang tidak harus dilaksanakan," tuturnya.
Pilihan Editor: Ayo Ubah Gaya Hidup untuk Kurangi Polusi Udara