TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang tua tertarik memasukkan anaknya ke sekolah tari balet dengan berbagai alasan. Selain ingin menambah keterampilan anak dengan menguasai tarian klasik yang tampak elegan dan indah ini, mereka juga ingin tubuh anak lebih lentur dan fit dengan gerakan-gerakan yang ada pada tari balet yang kadang juga disertai gerakan akrobatik.
Mereka berpikir anak-anak akan bisa disiplin dengan belajar menari balet dan itu juga tidak salah. Tapi, sebuah penelitian terbaru menyatakan ada risiko anak belajar balet, seperti yang diterbitkan di jurnal Psychology of Music.
Tim peneliti menyebut anak-anak yang belajar balet menunjukkan sisi psikologis yang tidak fleksibel dibanding rekan-rekan sebaya yang belajar musik, atau bahkan tidak belajar menari atau bermusik. Penyebabnya, belajar balet penuh tuntutan sehingga membuat anak-anak terlalu terobsesi dengan angan-angan mereka.
Akibatnya, anak-anak itu jadi takut gagal dan menghindari situasi yang bisa berakibat kegagalan serta biasanya terbawa sampai remaja dan dewasa. Belum lagi pengaruh para guru, yang mengajar dengan metode yang berbeda-beda.
“Tari balet melibatkan disiplin dan tuntutan ragawi, persaingan, sikap yang sangat kritis dan perfeksionis dari para pengajar, serta harus siap menderita fisik dan emosi,” jelas para peneliti itu, seperti dilansir dari Newser.
Tanpa emosi
Menurut hasil penelitian tersebut, untuk menyesuaikan dengan tuntutan tersebut, para siswa terlihat seperti tidak memiliki emosi yang negatif pada masa sekarang. Namun ironisnya, emosi itu justru muncul beberapa waktu kemudian. Demikian seperti dilaporkan Pacific Standard.
Hasil penelitian tersebut berdasarkan survei pada 113 anak berusia 9-16 tahun. Menurut majalah Dance Magazine, penemuan itu sungguh mengejutkan dan anak-anak tersebut harus belajar mengekspresikan perasaan dengan cara yang lebih baik daripada sekedar menari.
Meski demikian, balet dinilai sebagai sarana pembelajaran sekaligus sarana pendidikan psikologis yang baik bagi anak-anak. Bahkan latihan tari balet dianggap sebagai salah satu bentuk terapi yang baik bagi anak-anak korban perang di Gaza.
Pilihan Editor: Dukung Anak Jadi Balerina, Kapan Waktu Tepat Mengenalkan Balet?