Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Memahami Hodofobia, Kondisi Takut Bepergian

Reporter

image-gnews
Ilustrasi fobia. Shutterstock
Ilustrasi fobia. Shutterstock
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Ada berbagai fobia aneh, seperti klaustrofobia, germofobia, agorafobia. Tapi pernahkan mendengar soal hodofobia? Itu adalah ketakutan bepergian, atau bisa juga dimaknai cara pandang seseorang dan interaksinya dengan dunia.

"Hodofobia adalah ketakutan bepergian yang tak rasional," jelas Dr. Neha Pathak, editor kepala kesehatan dan gaya hidup WebMD, kepada HuffPost. "Seperti fobia lain, yang ini biasanya spesifik pada orang terkait bagaimana hal ini bisa terjadi pada mereka dan mempengaruhi hidupnya.

Penderita hodofobia biasanya takut naik berbagai moda transportasi atau bahkan berada jauh dari rumah. 

"Fobia ini juga bisa bercampur dengan gangguan lain seperti klaustrofobia dan kecemasan sosial tapi hodofobia bisa juga terjadi tanpa diiringi masalah lain," ujar Pathak.

Orang dengan kondisi ini mungkin mengalami depresi atau kecemasan ekstrem bila hendak bepergian. Gejalanya bisa sakit kepala, nyeri dada, pusing, dan masalah pencernaan. Pada kasus yang parah, penderita mungkin mengalami serangan panik saat memikirkan perjalanan dan berusaha tak memikirkannya. Fobia ini bisa mempengaruhi pekerjaan, kewajiban keluarga, atau kesenangan pribadi karena bisa menghindarkannya dari keinginan bepergian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa penyebabnya?
"Hodofobia bisa merupakan akibat berbagai pengalaman atau paparan. Mungkin karena pengalaman traumatis pribadi saat bepergian atau mendengar peristiwa besar di dunia seperti kecelakaan pesawat, dan ketakutan berkembang karena mendengar tragedi tersebut. Sering juga penyebabnya pengalaman traumatis bepergian ketika kecil," papar Pathak.

Bagaimana mengatasinya? Seperti fobia lain, berbicara dengan terapis atau profesional kesehatan mental adalah kunci untuk mengelola kondisi ini," tutur Pathak. Psikolog mungkin akan melakukan terapi paparan, kognitif, kelompok, atau kombinasi semuanya.

Pilihan Editor: Mengenal Agoraphobia, Kondisi Ketakutan terhadap Keramaian

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Manfaat Berkebun, Mengurangi Stres hingga Meningkatkan Suasana Hati

1 hari lalu

Ilustrasi berkebun. Freepik.com/Senivpetro
Manfaat Berkebun, Mengurangi Stres hingga Meningkatkan Suasana Hati

Berkebun memiliki efek terapeutik


Khawatir Berlebihan, Apa Itu Fobia Masa Depan dan Gejalanya?

1 hari lalu

Ilustrasi wanita cemas. Freepik.com/Wayhomestudio
Khawatir Berlebihan, Apa Itu Fobia Masa Depan dan Gejalanya?

Selalu khawatir akan masa datang, kecemasan akan masa depan pun mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Apa itu fobia masa depan?


Manfaat Hobi untuk Mengurangi Stres dan Kejenuhan

1 hari lalu

Ilustrasi melukis/produk Studio Sanjunipero
Manfaat Hobi untuk Mengurangi Stres dan Kejenuhan

Hobi kegiatan yang dilakukan secara rutin atau saat waktu senggang


Diet Mediterania Bantu Turunan Kecemasan dan Stres pada Lansia

1 hari lalu

Ilustrasi diet makanan mentah. Freepik.com/Yanalya
Diet Mediterania Bantu Turunan Kecemasan dan Stres pada Lansia

Studi menyebutkan diet mediterania tidak hanya promosikan kesehatan fisik, namun juga turunkan kecemasan pada lansia.


Doomscrolling Pertama Kali Muncul Pada Awal Pandemi Covid-19, Berdampak bagi Kesehatan Mental

2 hari lalu

Ilustrasi wanita depresi menggenggam ponsel. shutterstock.com
Doomscrolling Pertama Kali Muncul Pada Awal Pandemi Covid-19, Berdampak bagi Kesehatan Mental

Doomscrolling mengacu pada kebiasaan terus-menerus menelusuri berita buruk atau negatif di media sosial atau internet, sering untuk waktu yang lama.


BRIN Kembangkan Sensor Pendeteksi Kecemasan dan Stres Pegawai

5 hari lalu

BRIN mengembangkan sensor yang bisa mendeteksi kecemasan dan tingkat stres. Dok. Humas  BRIN
BRIN Kembangkan Sensor Pendeteksi Kecemasan dan Stres Pegawai

Riset ini berpeluang untuk membuat pemetaan sensor yang bisa mendeteksi kecemasan dan tingkat stres pada pegawai.


Psikolog Bagi Saran Atasi Trauma setelah Kecelakaan

6 hari lalu

Keluarga dan kerabat membawa jenazah Dimas Aditya, korban kecelakan bus rombongan SMK Lingga Kencana saat tiba di rumah duka di Depok, Jawa Barat, Minggu, 12 Mei 2024. Kecelakaan bus pada Sabtu, 11 Mei 2024 malam di Subang, yang membawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok itu menyebabkan 11 orang meninggal dunia, 13 orang luka berat dan 40 orang luka ringan. TEMPO/M Taufan Rengganis
Psikolog Bagi Saran Atasi Trauma setelah Kecelakaan

Setelah mengalami kecelakaan tidak jarang orang mengalami trauma yang berkaitan dengan proses kecelakaan. Simak saran psikolog berikut.


Cara Menangani Gejala PTSD yang kerap Dialami Setelah Mengalami Trauma

7 hari lalu

Ilustrasi trauma (pixabay.com)
Cara Menangani Gejala PTSD yang kerap Dialami Setelah Mengalami Trauma

Seseorang akan berusaha sekeras mungkin untuk menghindari tempat, situasi, benda, dan orang yang mengingatkannya akan peristiwa trauma tersebut.


Korban Kerusuhan Masih Alami Trauma, Berikut Penjelasan Trauma Korban Kerusuhan

7 hari lalu

Kerusuhan Mei 1998, menjelang Soeharo lengser, berupa amuk massa, pembakaran, penjarahan dan pemerkosaan. Ita Marthadinata, korban pemerkosaan, yang kemudian dibunuh sehari menjelang ia pergi ke PBB untuk sampaikan testimoni. MARIA FRANSISCA
Korban Kerusuhan Masih Alami Trauma, Berikut Penjelasan Trauma Korban Kerusuhan

Bagi yang mereka yang sebelumnya pernah mengalami trauma seperti kehilangan atau hadir saat kekerasan terjadi, tentu akan menghasilkan reaksi intens.


Kilas Balik Kerusuhan Mei 1998, Kerusuhan Berbau Rasial di Jakarta dan Solo

7 hari lalu

Massa merusak dan membakar mobil saat kerusuhan di Jalan Hasyim Ashari, Jakarta, 14 Mei 1998. Sejak kerusuhan meletus pada Rabu (13/5/1998), suasana Jakarta masih mencekam. Pada 14 Mei 1998, kerusuhan dan penjarahan melanda Ibu Kota negara, yang menyebabkan banyak WNI etnis Tionghoa mengungsi ke luar negeri.  dok.TEMPO/Bodhi Chandra
Kilas Balik Kerusuhan Mei 1998, Kerusuhan Berbau Rasial di Jakarta dan Solo

Selama 4 hari lebih, kerusuhan Mei 1998 menghantam berbagai kota di Indonesia termasuk Jakarta dan Solo, mengguncang masyarakat, bahkan memicu trauma