TEMPO.CO, Jakarta - Kata burnout kini banyak digunakan untuk menggambarkan kelelahan fisik dan mental akibat terlalu banyak pikiran dan pekerjaan. Namun, burnout berbeda dengan stres meski sekilas terkesan sama.
"Burnout tak sama dengan stres. Burnout mungkin akibat stres kronis, tapi tidak sama," kata terapis integratif Abby Rawlinson kepada Hello Magazine.
"Stres adalah respons alami pada situasi yang menantang dan penuh tuntutan. Stres biasanya hanya sebentar dan sering merupakan reaksi tekanan eksternal. Kondisi burnout lebih kronis akibat paparan stres yang lama," tambahnya.
Menurutnya, stres melibatkan banyak tekanan dan tuntutan sedangkan burnout terkait sesuatu yang kurang terkait perasaan hampa dan lelah secara mental, kehilangan empati, kepedulian, dan kasih sayang. Jika stres berlebihan terasa seperti tenggelam dalam tanggung jawab, burnout justru terasa seperti kekeringan.
Termasuk kondisi medis
Kata burnout memang baru populer belakangan ini, setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkannya dalam Penyakit Klasifikasi Internasional pada 2019 sehingga dianggap sebagai kondisi medis yang sudah dikenal luas. Kenapa penting membedakan kedua kondisi tersebut?
"Diagnosa keliru bisa membuat orang tak mendapatkan perawatan yang semestinya. Mangelola stres biasanya melibatkan intervensi jangka pendek sedangkan burnout sering membutuhkan penanganan jangkan panjang dan perubahan kondisi pekerjaan. Burnout juga punya konsekuensi kesehatan yang parah sehingga penting untuk mengenalinya lebih awal sebelum kondisi memburuk," papar Rawlinson.
Stres biasanya terjadi lebih spontan sementara burnout merupakan akumulasi kelelahan dan perasaan sinis. Ciri burnout antara lain:
-Kelelahan emosional
-Merasa apa yang dikerjakan hasilnya sama saja.
-Kehilangan empati, kepedulian, dan kasih sayang.
Pilihan Editor: Sadari Batasan Tubuh untuk Cegah Stres karena Pekerjaan