TEMPO.CO, Jakarta - Meluasnya pasar buah dari pasar tradisional, semi modern, hingga modern membuat para petani berbondong-bondong untuk meningkatkan kualitas hasil pertaniannya sebaik mungkin. Salah satunya beralih dari menanam buah secara organik menuju konvensional.
Buah semangka masih menjadi pilihan utama masyarakat sewaktu membeli buah karena harganya yang murah, berukuran besar, dan memiliki kandungan air yang banyak. Dilansir dari Uaex-uada-edu.com, semangka konvensional lebih banyak diminati saat ini ketimbang yang organik.
Semangka konvensional menawarkan rasa manis tanpa biji yang tidak mengganggu ketika mengonsumsi. Metode konvensional juga memungkinkan proses panen lebih cepat dan jarang gagal dibandingkan yang organik. Namun, dikutip dari Onlyorganic.org, semangka organik lebih banyak memiliki manfaat dibandingkan semangka konvensional.
Semangka organik pada faktanya memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi dibanding semangka konvensional hal ini karena semangka organik matang sesuai waktunya yang mempengaruhi kadar nutrisi. Sedangkan pada konvensional terdapat teknologi yang mempercepat pematangan hingga nutrisinya kurang optimum.
Semangka organik terbebas dari hormon pertumbuhan sintetis. Hasil pertanian konvensional dengan penambahan hormon tersebut mengalami perubahan rasa dan warna cukup signifikan yang terkadang mengurangi kenikmatan rasanya. Selain itu, memilih membeli semangka organik berarti ikut menyelamatkan lingkungan dari praktik senyawa rekayasa genetika yang dapat mengurangi zat hara tanah.
Dilansir dari Eden Brothers, semangka organik meminimalisir dampak alergen yang mungkin saja terjadi ketika mengonsumsi semangka konvensional atas hormon yang digunakan selama pertumbuhan. Untuk menikmati semangka organik pun mudah, yakni dengan menyisakan bijinya sebelum dimakan. Bijinya pun dapat ditanam kembali ataupun dikreasikan menjadi benda atau olahan lain yang inovatif.
Pilihan Editor: Negara-negara Penghasil Semangka Terbanyak di Dunia