TEMPO.CO, Jakarta - Hadirnya sosok ayah berperan besar dalam mempengaruhi pola asuh keluarga. Begitu menurut psikolog klinis anak, remaja, dan keluarga Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta Selatan, Roslina Verauli.
"Banyak istri tidak mendapatkan dukungan karena suami kurang hadir dan berperan. Ketika menikah, semua (urusan rumah tangga) diserahkan ke istri sehingga peran suami yang tidak hadir sejak awal pernikahan menyebabkan istri stres, lalu mengalami baby blues (gangguan mental ibu pascapersalinan), kemudian berkembang menjadi depresi setelah melahirkan," kata Roslina.
Baca Juga:
Lulusan Universitas Indonesia itu menjelaskan beban ganda yang dialami perempuan setelah menikah menyebabkan tidak dapat berfungsi normal dalam pengasuhan. Artinya, kurang mampu menjalankan peran-perannya sebagai ibu dengan baik.
"Bagaimana ibu-ibu ini mampu memberikan ASI kepada anak-anaknya dengan baik kalau dia stres?" ujarnya.
Menurutnya, istri dengan kondisi seperti ini kurang sehat dan sejahtera secara mental sehingga memberikan dampak pada anak yang kurang mampu merasakan kehadiran sosok ayah dalam tumbuh kembangnya. Masalah dalam rumah tangga ini berpotensi memunculkan bayi-bayi yang dilahirkan dalam kondisi stunting karena berdasarkan data 70 persen bayi yang lahir stunting bukan semata terjadi pada keluarga dengan kekurangan finansial melainkan juga pada yang keuangannya cukup tetapi pola asuh ayah dan ibu tidak seimbang.
Penurunan stunting
Untuk itu, Roslina menekankan pentingnya kesadaran bersama dari semua elemen masyarakat untuk bergotong royong menyukseskan percepatan penurunan stunting dengan mendukung para ibu dan memiliki kesadaran ini adalah isu bersama yang perlu ditangani dengan benar.
"Maka, saatnya kita dukung ibu-ibu untuk mampu memberikan pengasuhan yang tepat untuk anak, dengan dukungan para ayah," tuturnya.
Ia juga menyebut pentingnya menghidupkan kembali Hari Ayah Nasional, yang menjadi momentum atau pengingat ayah juga punya peranan penting dalam kerangka pola asuh anak. Menurutnya, kehadiran Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari bidan, kader keluarga berencana, dan kader PKK, dapat mempercepat upaya merealisasikan target penurunan stunting sebesar 14 persen sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
"Peran pendamping itu penting, yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan perubahan perilaku. Namun, pendekatannya harus disesuaikan dengan profil ayah dan ibu muda di masa sekarang. Target 14 persen bakal terealisasi di 2024, asal kita kerjakan secara bersama," paparnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan bahwa pengasuhan di 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) adalah masa terpenting bagi tumbuh kembang anak.
“Pada periode ini terjadi perkembangan sel-sel otak yang sangat cepat dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf serta cabang-cabangnya sehingga terbentuk jaringan saraf dan otak yang kompleks,” kata Hasto.
Menurutnya, masa 1.000 HPK ini adalah kesempatan bagi orang tua untuk membangun dan menetapkan fondasi kesehatan serta tumbuh kembang anak yang mencakup pertumbuhan badan dan kecerdasan yang optimal.
Pilihan Editor: Tak Cuma Ibu, Ayah Juga Harus Paham Proses Menyusui Bayi