TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyatakan penyakit gangguan kesehatan jiwa tidak hanya berdampak kepada penderita tetapi juga memberi pengaruh yang besar terhadap beban perekonomian negara. "Gangguan kesehatan jiwa tidak hanya berdampak pada penderitanya, tetapi juga pada perekonomian negara," kata Kepala Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Y.B Satya Sananugraha dalam diskusi bertajuk ‘Saatnya Bicara Kesehatan Jiwa’ oleh Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa pada Selasa 14 November 2023.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan satu di antara 10 orang Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil skrining yang dilakukan terhadap 6,8 juta orang dan 406.314 orang di antaranya dinyatakan mengalami gangguan jiwa. Dia mengategorikan gangguan kesehatan jiwa itu menjadi tiga jenis, yakni anxiety yang ditandai dengan perasaan resah dan tidak tenang, depresi, dan pada tahap akhir menjadi skizofrenia.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan gangguan kesehatan jiwa membebani perekonomian negara rata-rata senilai AS 1 triliun dolar per tahun. Satya merujuk kepada laporan WHO yang dirilis tahun pertengahan 2023, di mana tercantum besaran nilai tersebut berasal dari pengeluaran negara untuk biaya pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi bagi penderita gangguan kesehatan jiwa.
Kemudian biaya untuk kehilangan produktivitas akibat penderita gangguan kesehatan jiwa tidak dapat bekerja atau bersekolah secara optimal, dan biaya akibat gangguan kesehatan jiwa, seperti biaya kriminalitas, kekerasan, dan kecelakaan.
Kendati demikian, Satya tidak mengungkapkan secara langsung berapa pengeluaran Pemerintah Indonesia untuk kasus gangguan kesehatan jiwa.
Seturut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018, diketahui nilai kerugian ekonomi akibat gangguan kesehatan jiwa di Indonesia saat itu diperkirakan mencapai Rp20 triliun per tahun. "Apapun itu, kita harus akui untuk mengatasi masalah gangguan kesehatan jiwa ini pemerintah perlu memperkuat kebijakan yang bersifat inovatif dan komprehensif," kata dia.
Ia mencontohkan, kebijakan yang dimaksud antara lain perluasan dan penguatan upaya promosi kesehatan di sekolah dan kelompok masyarakat, pembangunan residensi kesehatan jiwa sejak usia dini, serta pemanfaatan teknologi untuk mempermudah dan memaksimalkan upaya skrining kesehatan.
Kemenko PMK menilai teknologi penting mengingat Kementerian Kesehatan menargetkan 31 juta masyarakat menjalani proses skrining kesehatan jiwa sampai akhir 2023. "Kementerian Kesehatan bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait akan terus berkolaborasi untuk meningkatkan akses layanan kesehatan jiwa yang berkualitas dan terjangkau," kata dia.
Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa akan mendorong para pihak baik pemerintah, perguruan tinggi, akademisi, praktisi, organisasi masyarakat dan komunitas, industri, media masa, serta key opinion leader untuk menjadikan kesehatan jiwa sebagai isu sentral dan prioritas untuk membangun generasi yang sehat jiwa dan raga.
Studi yang dilakukan Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa menyimpulkan tingkat urgensi isu kesehatan jiwa di Indonesia sangat tinggi. Studi juga menemukan 5 urgensi dan 3 esensi kesehatan jiwa di Indonesia. Urgensi itu antara lain menyebut bahwa kesehatan jiwa berdampak multi sektor karena merupakan bagian dari kondisi kesehatan yang komprehensif. Sehat tidaknya jiwa seseorang akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan menentukan kualitas hidup serta pencapaian generasi selanjutnya.
Tiga esensi kunci yang menjadi faktor pendorong tingkatnya urgensi masalah kesehatan jiwa adalah adanya stigma yang luas dan masif terhadap penderita gangguan kesehatan jiwa. Kedua adalah lingkungan spesifik terutama pada tingkat keluarga, sekolah, dan tempat kerja yang sebagian besar tidak ramah kesehatan jiwa. Urgensi ketiga adalah fenomena self-diagnostic terutama terjadi di kalangan, remaja, anak sekolah, dan pekerja.
Penelitian ini menganalisis lebih jauh terkait isu prioritas yang harus menjadi fokus intervensi baik pencegahan maupun penanganan spesifik. Terlihat bahwa masalah kesehatan jiwa di Indonesia begitu kompleksnya hingga teridentifikasi 27 isu prioritas yang harus dibenahi secara bersamaan untuk mencegah supaya dampak gangguan kesehatan jiwa tidak semakin kronis.
Dari sekian banyak matriks isu prioritas dan esensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia, terselip beberapa komponen seperti penggunaan gawai tak terkontrol pada anak dan remaja, beban generasi sandwich, pencarian jati diri, pengaruh media sosial, serta problem emosi, perilaku dan kekerasan berbasis keluarga. Temuan kelompok faktorial ini secara langsung mengoneksikan benturan nilai antar generasi, yang terintegrasi dengan teknologi digital dan sosial media, terhadap isu prioritas kesehatan jiwa anak muda Indonesia.
Pilihan Editor: Usia Rentan Anak Muda Alami Gangguan Jiwa karena Media Sosial