TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Yoga Devaera, menjelaskan sebanyak 42 persen penyebab keracunan makanan di Indonesia pada 2019 adalah akibat cemaran bakteri. Dari jumlah tersebut, 28 persen kasus terjadi di rumah tangga.
Beberapa penyebab penyakit akibat makanan adalah bakteri, virus, parasit, cemaran kimia, dan racun/toksin. Sebagian besar penyebab penyakit tersebut adalah infeksi bakteri dengan jenis bakteri yang banyak sekali.
"Tetapi bisa disebabkan juga oleh virus. Salah satu yang paling sering Hepatitis A, yang kalau terjadi dalam satu kelompok masyarakat, misalnya anak sekolah, bisa menjadi wabah," jelasnya, Kamis, 26 Januari 2024.
Ilustrasi keracunan makanan. Freepik
Lupa penyebab keracunan makanan
Yoga mengatakan terkadang masyarakat merasa sangat khawatir dengan cemaran kimia dan racun atau toksin namun lupa hampir setengah penyebab keracunan makanan di Indonesia adalah bakteri patogen.
"Sebagian kecil, 10 persen oleh kimia atau toksin, sedangkan sepertiga jumlahnya tidak diketahui," katanya.
Menurutnya, keamanan pangan sering terjadi pada komunitas atau masyarakat ekonomi rendah pada negara yang derajat kesehatan dan kebersihannya masih rendah, termasuk Indonesia. Berdasarkan data yang dikelola Kementerian Kesehatan, keracunan pangan paling sering terjadi di rumah.
"Angkanya sebesar 28 persen sama dengan jasa boga atau katering. Kalau dilihat, rumah merupakan salah satu tempat yang seharusnya aman namun memegang peranan cukup tinggi. Berarti ada yang salah dalam pengelolaan pangan di rumah masing-masing," tuturnya.
Pilihan Editor: Makanan yang Tak Dianjurkan Dibawa saat Pergi Liburan