TEMPO.CO, Jakarta - Osteoporosis atau pengeroposan tulang disebabkan rongga di dalamnya sudah membesar sehingga menimbulkan celah yang membuat tulang rapuh dan mudah patah. Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi), Dr. dr. Tirza Z. Tamim Sp.KFR, menyebut perlunya menyadari penyebab osteoporosis yang gejalanya sering tidak terasa karena termasuk pembunuh senyap (silent killer).
"Ini gejala yang silent, kadang tanpa ada gejala sehingga harus selalu aware dengan gejalanya. Misal sudah nyeri di sendi, tulang punggung, rupanya sudah terjadi patah tulang," kata Tirza dalam acara diskusi kesehatan mencegah osteoporosis di Jakarta, Kamis, 4 April 2024.
Tirza mengatakan rongga pada tulang yang sudah membesar juga bisa menyebabkan keretakan dan perubahan bentuk struktur seperti tulang belakang yang bungkuk, tinggi badan berkurang, atau terjadi skoliosis.
"Akibat tulang belakang retak terjadi perubahan bentuk tulang, skoliosis, badan bungkuk, tinggi badan berkurang, ini tanda osteoporosis," jelas Tirza.
Penyebab osteoporosis
Ia mengatakan penyebab osteoporosis karena kurang aktivitas yang tidak melibatkan stres otot dan tulang sehingga jadi mudah keropos. Selain itu, gaya hidup tidak sehat seperti merokok, minum alkohol, dan berat badan di bawah indeks massa tubuh atau malnutrisi juga jadi faktor risiko osteoporosi selain usia lanjut.
Tirza menambahkan sifat genetik keluarga juga bisa menyebabkan keturunan mengalami pengeroposan tulang di usia sebelum 50 tahun. Pada orang yang mengonsumsi obat-obatan terkait komorbid dapat memicu pengeroposan tulang lebih cepat.
"Minum steroid, antidepresan, anti-epilepsi itu bisa menimbulkan tulang keropos, kurang kalsium, vitamin D, perokok dan minum alkohol, diabetes, hipertiroid, penyakit ginjal, itu semua bisa jadi faktor penyebab tulang keropos," paparnya.
Pemeriksaan kadar kalsium dan kepadatan tulang bisa dilakukan di fasilitas kesehatan untuk mengetahui skor osteoporosi bagi lansia. Pemeriksaan bisa dilakukan ketika terlihat kaki panjang sebelah, punggung membungkuk, dan adanya pemeriksaan laboratorium untuk kadar kalsium dalam darah.
Untuk itu, Tirza menyarankan mengonsumsi asupan energi, makanan tinggi protein, kalsium, vitamin D, dan rutin melakukan latihan fisik. Konsumsi juga susu penguat tulang jika ada tantangan dalam indera pengecapan, kesulitan mengunyah yang kerap ditemui pada lansia. Lansia juga diharapkan menjauhi segala kegiatan dengan risiko terjatuh untuk menghindari pembedahan serta melakukan rehabilitasi penguatan tulang.
"Latihan fisik dua kali seminggu, latihan keseimbangan 15-20 menit dua jam per minggu, aerobik 3-5 kali seminggu bisa sampai 150 menit dengan intensitas sedang," saran Tirza.
Pilihan Editor: Yang Perlu Diperhatikan setelah Operasi Kanker Lidah