Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Deretan Mitos Mengenai Penyembuhan dari Trauma

Reporter

Editor

Dwi Arjanto

image-gnews
ilustrasi trauma healing (pixabay.com)
ilustrasi trauma healing (pixabay.com)
Iklan

TEMPO.CO, JakartaTrauma pada saat ini tidak hanya sebatas cidera pada fisik tetapi pada saat ini telah meluas seiring dengan kemajuan psikologi.

Dikutip dari Psychology Today, profesional kesehatan mental menyadari bahwa peristiwa yang menyedihkan bisa menimbulkan luka emosional dan cidera operasioanal yang mendalam. Hal ini berarti, peristiwa apa pun yang mengancam stabilitas seseorang yang tidak hanya berdasarkan kasus ekstrem, bisa menyebabkan kerusakan psikologis dan fisiologis yang mendalam. 

Dalam memulihkan trauma yang dialami seseorang, diperlukan sebuah tindakan yang bisa memiliki dampak nyata untuk menolong penyembuhan dari trauma tersebut. Salah satu bentuk dalam penyembuhan trauma tersebut ialah melalui pikiran dan otak berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain dengan cara yang mendalam, mempengaruhi cara dalam menafsirkan peristiwa, memahami dunia, dan bereaksi terhadapt tantangam. Kemudian, hubungan yang dinamis juga mempengaruhi kepasitas untuk penyembuhan dari trauma. 

Jika ditelusuri lebih lanjut, terdapat beberapa mitos umum yang mungkin selama ini telah dipercayai oleh banyak orang secara keliru tentang efek penyembuhan trauma.

1. Trauma bisa diatasi hanya dengan kamuan dan terus maju

Mitos pertama, adanya dikotomi terkait tingkat keparahan trauma. Sementara banyak yang menganggap trauma tidak dapat diperbaiki. Sedangkan yang lain percaya bahwa trauma adalah sesuatu yang bisa “diatasi” oleh individu hanya dengan waktu atau kemauan keras. Sementara, cara menyembuhkan trauma melalui kemauan dan terus maju tidaklah benar.

Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa gejala PTSD bisa berkurang dengan sendirinya dalam beberapa bulan dan tidak mengabaikannya atau bahwa beberapa gejala yang tersisa setelah kejadian traumatis tidak signifikan. Untuk pemulihan penuh setelah paparan traumatis, tidak ada yang labih baik daripada mencari dukungan profesional. Pemahaman tersebut penting sebab mereka yang mengabaikan kesehatan mental mereka dan terus merasa tidak aman bisa melihat gejala baru muncul, gejala sebelumnya memburuk dan gangguan trauma yang para bisa berkembang.

2. Penyembuhan trauma memerlukan mengingat kejadian traumatis secara terperinci

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mitos kedua penyembuhan trauma dengan mengingat kejadian traumatis secara terperinci merupakan kesalahpahaman. Sebab mengingat dan menceritakan kembali kejadian traumatis tersebut bukanlan satu-satunya pendekatan atau selalu yang paling efektif. Meskipun mengingat kejadian traumatis secara terperinci diperlukan untuk penyembuhan, tetapi tidak termasuk jalan yang efektif untuk penyembuhan dari trauma. Sebab, otak mungkin mengutamakan keselamatan selama trauma dan memori yang tersimpan bisa berubah seiring waktu.

Selain itu, pendekatan yang lebih efektif untuk penyembuhan dari trauma bisa berfokus pada membantu individu mengembangkan sumber daya internal, mendapatkan kembali rasa aman, menjaga lingkungan yang aman, membangun dukungan eksternal dan mengoptimalkan fungsi secara keseluruhan.

3. EDMR adalah perawatan yang menyembuhkan semua trauma

Efektivitas EDMR atau Eye Movement Desensitization and Reprocessing bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti riwayat trauma spesifik individu, tingkat disosiasi, disregulasi otonom dan emosional, kapasitas untuk mengalami emosi positif dan kecenderungan pribadi. Trauma bisa mempengaruhi secara psikologis, emosional, dan fisiologis dalam berbagai cara. Penyelesaiannya sering kali memerlukann pendekaran yang komprehensif dan disesuaikan yang melibatkan berbagai modalitas terapi.

4. Membahas trauma seseorang bisa berbahaya dan harus dihindari

Membahas trauma seseorang bisa memperburuk gejala atau membuat trauma kembali pada individu tersebut. Namun, menghindarinya pun bisa membuat trauma yang dialami lebih buruk. Alih-alih menghindari, lebih aman untuk berbagi kisah trauma tersebut tanpa detail yang berlebihan. Jadi, alih-alih menghindari, menyembunyika, atau meninjau kembali pengalaman trauma tersebut lebih aman untuk berbagi fakta tanpa banyaj detail terutama setelah mengembangkan keterampilan pengaturan dan toleransi terhadap gagasan untuk memberi tahu orang lain mengenai hal yang terjadi.

Pilihan editor: Juni Bulan PTSD, Pahami Segala Tentang Gangguan Mental Ini

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Studi: Trauma Masa Kecil Bisa Sebabkan Rasa Sakit Fisik hingga Depresi di Usia Lanjut

2 hari lalu

Ilustrasi depresi. Shutterstock
Studi: Trauma Masa Kecil Bisa Sebabkan Rasa Sakit Fisik hingga Depresi di Usia Lanjut

Sebuah studi menunjukkan bahwa trauma masa kecil dapat berdampak signifikan pada kesehatan fisik dan mental seperti depresi, di usia lanjut.


Kenali Jenis-jenis Kekerasan Seksual dan Ancaman Hukuman Bagi Pelakunya

41 hari lalu

Ilustrasi kekerasan seksual. Freepik.com
Kenali Jenis-jenis Kekerasan Seksual dan Ancaman Hukuman Bagi Pelakunya

Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang.


Kapan Kita Harus ke Psikologi? Ini 5 Tanda yang Perlu Diketahui

46 hari lalu

Konsultasi Psikolog. shutterstock.com
Kapan Kita Harus ke Psikologi? Ini 5 Tanda yang Perlu Diketahui

Ketahui tanda-tanda harus ke psikolog. Apabila mengalami hal sulit, sebaiknya jangan dipendam dan segera mencari bantuan ke psikolog.


Kisah Keluarga Korban Bom Bali, Ni Luh Erniati: Hidup Setelahnya Tak Lagi Mudah

10 Agustus 2024

Ni Luh Erniati, keluarga korban Bom Bali I menceritakan bagaimana iabutuh waktu sangat lama berdamai dengan trauma berat dalam hidupnya. Foto: Ni Kadek Trisna Cintya Dewi/TEMPO
Kisah Keluarga Korban Bom Bali, Ni Luh Erniati: Hidup Setelahnya Tak Lagi Mudah

Tragedi Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 merenggut 203 korban jiwa, salah satunya adalah Gede Badrawan, suami Ni Luh Erniati. Berikut wawancaranya


Wawancara Keluarga Korban Bom Bali: 4 Bulan Menanti Kabar Suami yang Jadi Korban, Tak Mudah Pulih dari Trauma

8 Agustus 2024

Puing-puing bangunan dan mobil di sekitar Sari Club pasca ledakan bom di Jl. Legian, Kuta, Bali, 16 Oktober 2002. DOK/TEMPO/Hariyanto
Wawancara Keluarga Korban Bom Bali: 4 Bulan Menanti Kabar Suami yang Jadi Korban, Tak Mudah Pulih dari Trauma

Ni Luh Erniati butuh waktu lama untuk pulih dari trauma pasca peristiwa Bom Bali 1 pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan suaminya. Begini kisahnya.


Penyebab Patah Tulang Tak Wajar dan Gejalanya

31 Juli 2024

Ilustrasi anak terluka/patah tulang. Shutterstock.com
Penyebab Patah Tulang Tak Wajar dan Gejalanya

Patah tulang biasanya disebabkan trauma berat, misalnya kecelakaan. Namun pada patah tulang yang tak wajar biasanya disebabkan trauma yang tak berat.


Sisa 1 Pasien, Begini Cara RS Bhayangkara Brimob Atasi Trauma Pasien Evakuasi dari RS Citra Arafiq

30 Juli 2024

Wakil Komandan Korbrimob Irjen Ramdani Hidayat didampingi Karumkit RS Bhayangkara Brimob Kelapa Dua Depok memonitoring langsung pasien yang dievakuasi dari RS Citra Arafiq, Kamis, 25 Juli 2024. Foto : Humas RS Bhayangkara Brimob
Sisa 1 Pasien, Begini Cara RS Bhayangkara Brimob Atasi Trauma Pasien Evakuasi dari RS Citra Arafiq

Pasca-kebakaran genset RS Citra Arafiq Rabu malam, 24 Juli 2024, sejumlah pasien yang dievakuasi mengalami trauma.


Kuasa Hukum Ungkap Kondisi I Wayan Suparta Usai Disekap 3 Hari: Sangat Trauma

18 Juli 2024

Perwakilan kuasa hukum I Wayan Suparta, Muhammad Yahya Ihyaroza, melaporkan dugaan tindak penyiksaan yang dilakukan oleh 10 anggota dari Polres Klungkung Bali ke Propam Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 17 Juli 2024. TEMPO/Defara
Kuasa Hukum Ungkap Kondisi I Wayan Suparta Usai Disekap 3 Hari: Sangat Trauma

I Wayan Suparta sempat disekap selama 3 hari dan disiksa polisi hingga telinganya cacat permanen. Saat ini, dia disebut sangat trauma.


Juni Bulan PTSD, Pahami Segala tentang Gangguan Mental Ini

24 Juni 2024

Ilustrasi trauma (pixabay.com)
Juni Bulan PTSD, Pahami Segala tentang Gangguan Mental Ini

Juni dijadikan bulan peduli PTSD di Amerika Serikat. Berikut segala hal yang perlu diketahui tentang gangguan mental ini.


Cara Nikita Willy Atasi Trauma Makan Anak

22 Juni 2024

Nikita Willy bersama suami dan anak sulungnya. Instagram.com/@nikitawillyofficial94
Cara Nikita Willy Atasi Trauma Makan Anak

Nikita Willy menuturkan anak pertamanya sempat mengalami trauma makan. Ia pun mengisahkan cara mengatasinya.