TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Cabang DKI Jakarta, Natasya Prameswari, mengatakan anemia pada ibu hamil tak boleh disepelekan karena berdampak jangka panjang yang buruk pada bayi yang dilahirkan.
“Anemia kesannya kecil, kasih saja tablet penambah darah. Tapi risikonya kalau dibiarkan akan meningkat dua kali lipat mengakibatkan kelahiran prematur. Kalau kelahirannya di bawah 37 minggu maka risiko stunting juga akan lebih besar,” katanya dalam diskusi daring yang digelar Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2024.
Spesialis kandungan dan kebidanan ini menjelaskan anemia membuat ibu hamil juga akan berisiko mengalami pendarahan saat melahirkan. Meskipun angka kematian ibu saat melahirkan sudah menurun dari 305 jadi sekitar 190, Natasya mengatakan penyebab kematian paling tinggi saat melahirkan masih soal pendarahan dan hipertensi.
Bisa menurun ke bayi
Selain itu, anemia juga dapat menurun. Apabila ibu hamil mengalami anemia maka bayi yang dilahirkan juga bisa mengalaminya dan berdampak pada masa depannya. Misalnya, ketika masa sekolah anak tidak akan menangkap pelajaran sebagus teman-teman seusia.
Penurunan angka ibu hamil yang mengalami anemia juga menjadi salah satu tujuan selain menekan angka stunting. Menurut penelitian, hampir 86 persen ibu hamil mengalami anemia.
Karena itu, Natasya mengimbau para wanita sudah memperhatikan kesehatannya sejak sebelum menikah. Dengan demikian, berbagai risiko saat hamil hingga melahirkan pun dapat dihindari sehingga proses kehamilan dapat berjalan lebih sehat dan anak akan lahir dengan pertumbuhan yang optimal.
Pilihan Editor: 30 Persen Remaja Putri Menderita Anemia, Kemenkes Sebut Penyebabnya