Cendekiawan muslim Profesor Dr Jalaluddin Rachmat mengatakan para pelaku biasanya akan memilih targetnya yang mengalami keterasingan dan rentan dipengaruhi. Mereka kemudian akan memberikan induksi terus menerus.
“Dia akan menanamkan rasa bersalah yang sangat dalam sehingga mudah dipengaruhi untuk mengubah hidupnya, ini pintu masuknya,” ujar Jalaluddin di sela-sela acara Mengelola Stres dengan Benar di FX, Kamis lalu.
Setelah dipengaruhi, orang yang ditargetkan akan diminta untuk melakukan penebusan dosa-dosa dengan berbagai cara. Salah satunya seperti dengan menyetor sejumlah uang atau mematuhi aturannya.
Kang Jalal, panggilan akrabnya, mengatakan pelaku brain washing juga akan membuat kelompok ini menjadi sangat tertutup. Makanya dia membatasi informasi targetnya ini, menghilangkan identitas, mengatur teman, jodohnya. Dia pun akan membuat target menjadi sangat tergantung pada kelompok atau pemimpinnya.
Pelaku akan terus mempengaruhi bahwa ajarannya inilah yang akan menyelamatkan hidupnya. “Pokoknya target ini akan dibuat gila dengan berbagai teknis,” ujarnya.
Baca Juga:
Hal senada juga dikatakan oleh Dr Surjo Dharmono SpKJ (K), pengajar di Departemen Psikhiatri Fakultas Kedokteran UI. Menurutnya para pelaku cuci otak ini melakukan pembelajaran dan penerapan informasi yang salah. “Dari informasi yang salah ini akan membuat perasaan kacau dan membuat labil target sasaran,” ujarnya.
Menurutnya pelaku akan mencari orang-orang tertentu. Ciri-cirinya yakni orang muda yang berkepribadian labil, rentan gangguan jiwa dan mudah diarahkan.
“Orang yang berpribadi matang, stabil akan sulit. Mereka mempunyai pertahanan diri yang kuat,” ujar Dr Surjo.
DIAN YULIASTUTI