TEMPO Interaktif, Jakarta- Peraturan di Indonesia saat ini belum mendukung pelaksanaan terapi sel punca. Padahal, menurut Drg, Ferry Sandra, PhD dari Asosiasi Sel Punca Indonesia, bukti keberhasilan sel punca ini sudah banyak. “Aturannya masih membelenggu. Kalau memang pemerintah ingin mengizinkan, waktunya sampai kapan atau sampai berapa banyak pasien,” ujarnya.
Oleh karena itu, asosiasi ini, kata Ferry, menginginkan pemerintah bisa lebih bijak menerbitkan ketentuan tentang layanan sel punca.
Pemerintah mengatur soal sel punca dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 833 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Layanan Sel Punca. Dalam aturan di pasal 2 (2), sel punca dilarang untuk diperjualbelikan. Selain itu, pemerintah juga hanya mengizinkan penggunaan layanan sel punca untuk diri sendiri, orang lain dengan sukarela, atau untuk kepentingan penelitian dan pengembangan.
Saat ini, sudah banyak rumah sakit yang memberikan layanan sel punca. Menurut Ferry, mereka banyak mendatangkan sel punca dari luar negeri seperti Israel, Jerman, Swiss, Cina, Malaysia, atau Thailand.
Untuk mendatangkan serta penanganan dengan sel punca ini biayanya cukup mahal, mencapai ratusan juta rupiah. Itu pun tergantung jenis sel punca dan penyakit yang akan diobati. “Untuk jantung yang sudah tidak bisa berdenyut kurang lebih Rp 300 juta, untuk stroke Rp 200 juta,” ujar Asistant Presiden Director Prodia Group ini.
Menurut Ferry, jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka pengembangan sel punca di Indonesia akan meredup, bahkan mati. Padahal, di Indonesia, kata dia, banyak pasien yang ditangani dengan terapi ini.
DIAN YULIASTUTI