TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Roti Bakar Eddy meninggal dunia. Kabar itu dikonfirmasi dari anak Eddy, Risdianti Edi Supardi (Risdy) melalui akun instagramnya @risdiantiedi. "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun ..... Selamat jalan Bapak," tulisnya sekitar pukul 20.00 10 Oktober 2018.
Baca: Kakak Syahrini Meninggal karena Tersetrum Listrik
Usaha Roti Bakar Eddy pernah ditulis Tempo pada 2005. Saat itu, sudah banyak terlihat deretan mobil mentereng berjejer rapi di persimpangan Jalan Raden Patah dekat Departemen Pekerjaan Umum. Tak jauh dari tempat itu, puluhan kaum muda sudah berkumpul menyebar di warung-warung tenda yang ada di sana.
Kawasan yang tak jauh dari Blok M ini seakan-akan sudah disulap menjadi tempat gaul. Semakin larut malam, mereka yang nongkrong semakin banyak hingga ratusan orang. Mereka umumnya kaum muda, bermobil, dengan dandanan trendi.
Tak jarang juga para eksekutif muda, artis, bahkan pejabat ikut nimbrung, sekadar cari angin atau melepas lelah. Mereka bisa kongko-kongko di tempat ini hingga pukul 2 pagi. Dari sekian banyak warung kakilima, warung tenda Roti Bakar Eddy paling banyak disambangi muda-mudi itu. Dari fisiknya warung tenda penjual roti ini tak besar-besar amat. Tapi soal ketenarannya, jangan diragukan. Tak percaya?
Coba saja sesekali iseng bertanya kepada anak-anak muda di Ibu Kota ini: kenal Roti Bakar Eddy? Anak-anak muda dari berbagai penjuru di Jakarta umumnya pernah mendengar ikon roti bakar ini. Berbagai jenis roti bakar dengan citarasa tersendiri, seperti roti bakar isi kornet, telur, dan keju. Harganya sesuai dengan kocek anak muda. Tak aneh sejak 1970-an warung ini selalu laris. "Dulu bapak mereka makan di sini, sekarang anaknya," ujar Eddy Supardi, pemilik Roti Bakar Eddy 15 tahun lalu.
Semula, ketika muda, Eddy hanya ikut saudaranya mengadu nasib di Jakarta. Waktu itu, pada 1966, pria asal Solo ini bekerja pada seorang pedagang roti bakar yang mangkal di sekitar Blok M. Kala itu tak pernah terbayang di benaknya kelak menjadi "bos" roti bakar di kota metropolitan ini.
Baca: Rudy Wowor Sempat Muntah Darah dan Pingsan sebelum Meninggal
Hari ke hari dilalui Eddy muda dengan membuat roti bakar dan melayani pembeli. Dia hanya mendapat upah Rp 25 per hari, yang disisihkan Rp 15-nya untuk menabung. "Hasil menabung selama beberapa tahun saya jadikan modal membeli gerobak," katanya.