TEMPO.CO, Jakarta - Dokter spesialis anak, nutrisi dan penyakit metabolik dari RSCM, Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K), mengatakan ada 8.000 penyakit langka di dunia dan 80 persen di antaranya genetik. "Dan terjadi penambahan 250 kasus (penyakit langka) setiap tahun di dunia. Disebut langka kalau jumlah pasien di bawah 2.000," ujar Damayanti dalam acara dialog "Tantangan dan Harapan Pasien Penyakit Langka di Indonesia" di Jakarta, Rabu 27 Februari 2019.
Baca: Selain Sinar Matahari, Intip Penyebab Lain Katarak
Dari 8.000 penyakit langka tersebut, setidaknya empat penyakit didapati di Indonesia, yakni Mukopolisakaridosis (MPS) tipe II, Gaucher, Pompe dan Malabsorbsi Glukosa-Galaktosa (Glucose-Galactose Malabsorption/GSM).
1. MPS tipe II
MPS tipe II muncul karena kurangnya enzim iduronate sulfatase. Kasus ini terjadi pada 1 dari 100.000 orang dan 170.000 kasus dialami laki-laki, demikian dikutip dari laman mpssociety.org. Beberapa individu akan mengalami keterlambatan perkembangan dan masalah fisik akibat MPS tipe II. Pada bayi, tidak ada gejala yang tampak, namun dengan semakin rusaknya sel, maka tanda-tanda akan semakin terlihat. Umumnya yang terjadi adalah, kegagalan perkembangan beberapa organ, bentuk wajah yang khas dan rangka tubuh tak normal.
Salah satu penderita penyakit itu adalah Umar Abdul Azis (7). Ibu Umar, Fitri mengatakan putranya terdiagnosa menderita MPS tipe II saat usia 3 tahun 7 bulan. "Umar sekarang berusia 7 tahun, masuk TK khusus. Saat usia 5 tahun, dia mengalami kemunduran dan sekarang saat mengucap," kata Fitri di acara tersebut yang juga dihadiri para orang tua dari penderita penyakit langka di Indonesia. Menurut dia, mulanya Umar mengalami keterlambatan motorik dan pilek tak kunjung sembuh hingga setahun. Setelah bolak-balik mendapatkan perawatan di rumah sakit kawasan Tangerang, Umar dirujuk ke RSCM dan di sanalah dia terdiagnosa mengidap MPS tipe II.
2. Gaucher
Seperti dikutip dari Mayo Clinic, penyakit tersebut karena adanya penumpukan zat lemak tertentu di organ terutama limpa dan hati sehingga memengaruhi fungsinya. Zat lemak juga dapat menumpuk di jaringan tulang, melemahkan tulang dan meningkatkan risiko patah tulang. Penderita pada umumnya memiliki perut yang membesar, nyeri pada tulang dan sendi, serta mudah letih.