TEMPO.CO, Jakarta - Bagi pasangan suami istri yang normal, berhubungan badan merupakan kebutuhan biologis yang tak terelakkan. Imam Junaid, seorang tokoh sufi kenamaan mengibaratkan berhubungan badan suami istri ini layaknya kebutuhan akan makan. Bagaimana aturannya bila hubungan intim dilakukan pada bulan Ramadan?
Baca: Aneka Kreasi Kurma yang Lezat Buat Buka Puasa
Simak tanya jawab mengenai hal itu bersama Ustadz Mahbub Maafi, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU:
Berhubungan badan antara suami dan istri tidak dilarang pada bulan Ramadan, tapi kapan sebaiknya hal itu dilakukan? Penting agar masyarakat mengetahui waktu yang tepat agar tidak mengganggu ibadah di bulan suci.
Pada bulan Ramadan, pasangan suami-istri tidak diperkenankan untuk melakukan hubungan intim di siang hari karena bisa membatalkan puasa. Bahkan bukan hanya itu. Mereka juga nanti diwajibkan membayar kaffarat atau denda atas perbuatan tersebut.
Karena itu maka pemenuhan hasrat seksual pada bulan suci Ramadan hanya bisa dilakukan pada malam hari pada bulan puasa. Lantas kapankah waktu yang tepat untuk melakukan hubungan itu?
Mahbub mengatakan secara spesifik kami belum menemukan penjelasan yang memadai mengenai waktu hubungan badan suami istri di malam bulan suci Ramadan. "Namun yang jelas hubungan suami istri sebaiknya dilakukan pada saat pikiran dalam kondisi tenang dan fresh," kata Mahbub.
Hal ini sebagaimana ijma` para ulama yang menyatakan bahwa hubungan badan suami istri yang dilakukan dalam kondisi pikiran tidak fresh itu bisa menimbulkan dampak negatif. Karena itu, menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani hubungan suami istri sebaiknya dilakukan pada akhir malam. Alasan yang dikemukan beliau adalah biasanya pada awal malam pikiran orang masih semrawut dan dipenuhi dengan berbagai masalah.
"Ibnu Hajar berkata: Mengakhirkan hubungan badan sampai akhir malam itu lebih utama. Karena pada awal malam biasanya pikiran orang itu masih belum fresh. Sedangkan menurut ijma’ para ulama berhubungan badan dalam kondisi pikiran masih semrawut itu bisa menimbulkan dampak negatif." (Lihat, Abu al-Hasan al-Mubarakfuri, Mir’ah al-Mafatih Syarhu Misykah al-Mashabih, juz, IV, h. 324)
Jika pandangan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani ini ditarik dalam konteks hubungan suami istri ini maka hubungan badan sebaiknya dilakukan menjelang sahur, yaitu setelah istirahat tidur malam. Dan tentu sebaiknya diawali dengan shalat tahajud terlebih dahulu. Dan setelah mandi dilanjutkan dengan sahur.
Bagaimana jika dilakukan setelah berbuka puasa?
Ada juga riwayat yang dikemukakan Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya`-nya yang menyatakan bahwa sahabat Ibnu ‘Umar RA yang dikenal sebagai sosok yang zuhud dan alim mengawali buka puasa dengan berhubungan badan. Dan kadang hal tersebut dilakukan sebelum salat Maghrib. Setelah itu baru mandi dan mengerjakan salat. Namun riwayat ini tidak menjelaskan secara pasti seberapa seringnya Ibnu ‘Umar ra melakukannya.
"Dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra—beliau termasuk sahabat yang zuhud dan alim—bahwa ia berbuka puasa dengan jimak sebelum makan. Kadang-kadang beliau melakukan jimaknya sebelum mengerjakan salat Maghrib, kemudian mandi dan mengerjakan salat. Dan hal tersebut dilakukan untuk memfokuskan hati beribadah kepada Allah…" (Lihat, Abu Hamid al-Ghazali, Ihya` Ulumiddin, juz, II, h. 33).
Mahbub mengatakan yang dilakukan sahabat Ibnu ‘Umar ra masih menyisakan pertanyaan, yaitu, apakah orang yang menyegerakan berbuka puasa dengan jimak itu juga akan mendapat pahala kesunahan sebagaimana ia mendapatkanya dengan mensegerakan berbuka dengan makanan?
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa salah satu yang disunnahkan bagi orang yang berpuasa adalah menyegerakan untuk berbuka puasa ketika sudah masuk waktunya. Dan menurut pendapat yang dapat dijadikan pegangan di kalangan madzhab Syafii bahwa menyegerakan berbuka puasa dengan jimak tidak mendapatkan pahala kesunnahannya. Demikian sebagaimana dikemukakan Kiai Nawawi Banten dalam kitab Nihayah az-Zain sebagai berikut:
"Pendapat yang mu’tamad (didapat dijadikan pegangan) adalah tidak terdapat sunah menyegerakan berbuka puasa dengan jimak karena jimak dapat melemahkan stamina." (Kyai Nawawi Banten, Nihayah az-Zain, h. 194).
Baca: 3 Makanan yang Laris di Pasar Takjil Benhil Saat Ramadan
Terlepas dari dari perbedaan penjelasan dalam soal hubungan badan suami istri ini, maka hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa waktu yang baik untuk melakukan hubungan badan suami istri di malam hari adalah ketika kondisi fisik fit dan pikiran fresh. Sebab, menurut ijma’ para ulama hubungan badan yang dilakukan dalam kondisi pikiran yang tidak fresh itu bisa menimbulkan dampak negatif.