Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Cara agar Pasien Kanker Indonesia Tak Berobat ke Luar Negeri Lagi

image-gnews
Ilustrasi kanker (pixabay.com)
Ilustrasi kanker (pixabay.com)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pada Oktober 2017, Deni Gunawan mengecek kesehatannya pada dua dokter yang berbeda di Jakarta. Hasilnya, kedua tenaga kesehatan itu menyebutkan dia mengidap batu amandel. Karena penasaran, pria berusia 53 tahun ini pun kembali memeriksakan dirinya di sebuah rumah sakit swasta di Singapura. Ternyata, dokter yang menanganinya bisa langsung memahami bahwa ia menderita kanker limfoma.

“Pas tahu saya ada putih di amandel, semua dokter di Jakarta bilang itu batu amandel. Tapi di Singapura, dokter suruh saya biopsi dan langsung ketahuan kanker limfoma,” katanya.

Deni juga merasa diperlakukan sangat baik oleh pihak rumah sakit dan seluruh tenaga kesehatan. Selama kurang lebih tujuh bulan dirawat dan menyelesaikan pengobatan pada April 2018, ia mengatakan seluruhnya bekerja dengan sangat sigap dan tentunya didukung oleh teknologi yang terintegrasi.

“Semuanya siap menolong saya. Kalau ada alarm, dokter dan suster langsung lari dan cepat mengambil tindakan. Alat-alatnya juga komplit dan sangat mendukung untuk mempercepat kesembuhan,” katanya.

Layaknya Deni, pada Oktober 2012, Juliana Magdalena Mamahit juga melakukan pengecekan kesehatan di Jakarta. Dengan berat hati, wanita berusia 63 tahun ini menerima hasil laboratorium yang menunjukan bahwa dirinya terdiagnosa kanker payudara stadium 3A. Dokter yang menanganinya di Ibukota itu pun mengatakan bahwa dirinya tidak mungkin disembuhkan dan hanya bisa bertahan hidup sampai 3-6 bulan ke depan.

Namun, ketika dilarikan ke Penang, Malaysia, dokter berani mencoba untuk menangani dan memberikan harapan baru baginya. Keberhasilan pengobatan pun didapat Juliana.

“Dokter di Malaysia bisa memberikan harapan baru untuk saya agar tetap hidup. Setelah melakukan kemoterapi sampai Maret 2013 (enam bulan), saya bisa hidup sampai saat ini. Sudah tahun keenam saya survive,” katanya.

Deni dan Juliana adalah dua dari sekian banyak orang yang menjalani pengobatan di luar negeri. Menurut sebuah riset yang dilakukan oleh Josef Woodman dalam karya “Patients Beyond Borders” pada 2015, ditemukan jumlah pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri ada sebanyak 600 ribu. Angka ini pun telah naik lebih dari 100 persen dibandingkan 2006, yakni 350 ribu.

Sepertiga dari total pasien tersebut juga diketahui mengidap kanker dan mencari pengobatan di dua negara tujuan terfavorit, Malaysia dan Singapura. Dengan tingginya minat dari pasien Indonesia untuk berobat ke negara-negara di Asia Tenggara itu bisa mendatangkan keuntungan. Woodman menjabarkan bahwa sekitar USD 3,5 miliar didapat oleh Singapura dan sekitar USD 158 juta didapat oleh Malaysia per tahunnya dari pasien luar negeri.

Meski banyak poin positif yang menjadi alasan pasien berobat ke luar negeri, seperti ketepatan diagnosa, keberanian mencoba, hingga teknologi canggih layaknya apa yang dirasakan Deni dan Juliana, namun di sisi lain, Indonesia pun mengalami kerugian. Menurut Woodman, selain kehilangan pasien, pemasukan negara pun menurun hingga USD 45 miliar per tahun. Dengan demikian, upaya perbaikan harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan sektor kesehatan seperti rumah sakit dalam menekan pasien kanker berobat ke luar negeri.

Ketua Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam (Perhompedin) DKI Jakarta, Ronald A. Hukom, pun menyarankan agar audit dijalankan. Audit tersebut harus diterapkan, khususnya pada hasil diagnosis radiologi dan patologi kanker, audit hasil operasi setiap dokter bedah, hingga audit indikasi pemberian obat kanker di tiap rumah sakit.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Audit lazim di luar negeri untuk menjaga kualitas pelayanan dari para tenaga medis. Sayangnya, di Indonesia, Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan belum berani melakukan audit. Ini yang harus dilakukan,” katanya.

Menambahkan pernyataan tersebut, Kepala Departemen Bedah di Rumah Sakit Murni Teguh Medan, Bayu Dewanto, mengatakan bahwa kecanggihan teknologi yang didukung dengan pendanaan dari pemerintah juga harus dimiliki sebab dalam beberapa kasus kanker, peralatan yang ada belum memadai. Misalnya saja tindakan operasi dengan menggunakan radiasi sinar gamma.

“Di Indonesia baru ada di Jakarta. Sedangkan di luar negeri sudah punya semua,” katanya.

Dengan adanya ragam terapi kanker terbaru, seperti imunoterapi, juga disambut baik oleh para tenaga medis sebab walaupun terapi kanker di seluruh dunia memiliki protokol atau panduan yang sama, dengan penambahan satu jenis pengobatan ini di Indonesia saja bisa membantu menekan pasien mencari kecanggihan alat di luar negeri.

“Imunoterapi adalah jenis pengobatan terbaru yang mendorong kerja sistem imun agar lebih efektif melawan sel kanker. Kita sudah memakai beberapa obat imunoterapi. Ada beberapa teknik imunoterapi dengan bantuan fasilitas laboratorium yang lebih canggih dan sedang dipelajari juga,” kata Ronald.

Agar tak tertinggal dari berbagai inovasi di luar negeri sehingga membuat pasien kanker lebih tertarik untuk mencari pengobatan di sana, Bayu juga mengimbau agar para peneliti dan hasil penelitian terkait kanker diperbanyak. Hasilnya pun wajib dikembangkan dengan bantuan dari segi pembiayaan oleh pemerintah.

“Karena sampai saat ini, walaupun banyak penelitian tapi tidak bisa diaplikasikan di pasar karena terhalang biaya dan tidak ada yang mengembangkan. Ini membuat ide-ide bagus dari anak bangsa dikembangkan oleh negara di luar dan akibatnya di sana canggih, kita ketinggalan dan pasien memilih berobat ke sana. Saatnya sekarang Indonesia mengembangkan penelitian,” katanya.

Terakhir, Bayu mengatakan bahwa pemerintah bisa lebih terbuka dalam hal promosi rumah sakit yang ada di Indonesia sebab, seperti negara Malaysia dan Singapura, mereka bisa dengan mudah mendapatkan target pasar pasien Indonesia lantaran iklan yang banyak dilakukan.

“Bahkan di majalah pesawat saja ada iklan yang mempromosikan pengobatan di sana. Indonesia perlu mencontoh ini agar banyak yang tertarik berobat disini karena sampai sekarang promosi kesehatan masih sangat dibatasi,” jelasnya.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Raja Charles III Ungkap Efek Samping Setelah Pengobatan Kanker

10 jam lalu

Jenis kanker yang diidap Raja Charles belum diungkap. Sel kanker itu ditemukan saat Raja menjalani pengobatan pembesaran prostat baru-baru ini. Namun, menurut kabar, kanker yang diderita Raja Charles bukan kanker prostat. REUTERS/Toby Melville
Raja Charles III Ungkap Efek Samping Setelah Pengobatan Kanker

Raja Charles III sempat berbagi pengalaman dengan veteran Angkatan Darat yang menderita kanker


Jangan Hentikan Pengobatan Lupus meski Sudah Dapat Remisi

1 hari lalu

Ilustrasi penyakit Lupus. entresemana.mx
Jangan Hentikan Pengobatan Lupus meski Sudah Dapat Remisi

Pakar mengatakan kondisi remisi pada penyakit lupus belum tentu sama dengan berhenti berobat. Berikut penjelasan dokter penyakit dalam.


Pengukuhan Edi Suharyadi sebagai Guru Besar FMIPA UGM, Paparkan Hipertermia Magnetik untuk Penyakit Kanker

2 hari lalu

Dosen FMIPA UGM Prof. Edi Suharyadi dikukuhkan menjadi Guru Besar. Foto : UGM
Pengukuhan Edi Suharyadi sebagai Guru Besar FMIPA UGM, Paparkan Hipertermia Magnetik untuk Penyakit Kanker

UGM mengukuhkan Edi Suharyadi sebagai guru besar aktif FMIPA UGM ke-42.Ini profil dan pidato pengukuhannya soal perkembangan riset bidang nanomaterial


Mengenal Melanoma, Penyakit yang Sebabkan Bob Marley Meninggal 43 Tahun Lalu

3 hari lalu

Bob Marley, saat tampil dalam acara Hammersmith Odeon, London, Inggris pada 1977. Keluarga penyanyi reggae asal Jamaika, Bob Marley meluncurkan produk yang mereka klaim sebagai merek ganja pertama di dunia. Anwar Hussein/Getty Images
Mengenal Melanoma, Penyakit yang Sebabkan Bob Marley Meninggal 43 Tahun Lalu

Musisi Bob Marley meninggal dunia karena penyakit melanoma. Apa itu? Bagaimana cara mencegahnya?


10.000 Warga Palestina Hilang di Gaza, 210 Hari Sejak Serangan Israel Dimulai

10 hari lalu

Warga Palestina, yang menjadi pengungsi akibat serangan militer Israel di Gaza selatan, berusaha untuk kembali ke rumah mereka di Gaza utara melalui pos pemeriksaan Israel, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, seperti yang terlihat dari Jalur Gaza tengah 15 April. 2024. REUTERS/Ramadan Abed
10.000 Warga Palestina Hilang di Gaza, 210 Hari Sejak Serangan Israel Dimulai

Sejauh ini, 30 anak telah meninggal karena kelaparan dan kehausan di Gaza akibat blokade total bantuan kemanusiaan oleh Israel


Pasien Kanker Minim Pengetahuan Akibat Waktu Konsultasi Terbatas

11 hari lalu

Ilustrasi penderita kanker. shutterstock.com
Pasien Kanker Minim Pengetahuan Akibat Waktu Konsultasi Terbatas

Waktu konsultasi yang terbatas menyebabkan pasien kanker sering merasa bingung untuk memahami betul penyakitnya.


Imigran Laos Pengidap Kanker Menangi Lotere Jackpot AS Sebesar Rp21 Triliun

14 hari lalu

Migran dari Thailand Cheng
Imigran Laos Pengidap Kanker Menangi Lotere Jackpot AS Sebesar Rp21 Triliun

Pemenang lotere jackpot bersejarah Powerball Amerika Serikat senilai lebih dari Rp21 triliun adalah seorang imigran dari Laos pengidap kanker


Cara Mengendalikan Nyeri pada Pasien Kanker Menurut Dokter

14 hari lalu

Ilustrasi Kanker. shutterstock.com
Cara Mengendalikan Nyeri pada Pasien Kanker Menurut Dokter

Dokter menjelaskan cara mengendalikan nyeri pada pasien kanker. Berikut yang perlu dilakukan.


Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

17 hari lalu

Pada Senin (5/2), Istana Buckingham mengumumkan bahwa Raja Charles III didiagnosis menderita kanker. Istana juga mengatakan bahwa sang Raja telah mulai menjalani perawatan. REUTERS/Toby Melville
Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

Raja Charles III sudah mendapat izin dari tim dokter untuk kembali bertugas setelah menjalani pengobatan kanker.


Jokowi Sebut RI Kehilangan Devisa Rp 180 Triliun karena Masyarakat Pilih Berobat ke Luar Negeri

20 hari lalu

Presiden Joko Widodo memberi pengarahan dalam acara Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) di Istana Negara, Jakarta, Rabu 17 April 2024. Indonesia telah dinyatakan secara aklamasi diterima sebagai Anggota Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrorism Financing (full membership). Keberhasilan tersebut diperoleh dalam FATF Plenary Meeting di Paris, Perancis yang dipimpin oleh Presiden FATF, MR. T. Raja Kumar pada Rabu, 25 Oktober 2023. TEMPO/Subekti.
Jokowi Sebut RI Kehilangan Devisa Rp 180 Triliun karena Masyarakat Pilih Berobat ke Luar Negeri

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa Indonesia kehilangan devisa US$ 11,5 Miliar atau Rp 180 triliun per tahun. Apa sebabnya?