TEMPO.CO, Jakarta - Pada 30 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa wabah virus corona Cina sebagai darurat kesehatan global atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). PHEIC artinya peristiwa luar biasa yang menjadi risiko kesehatan publik bagi negara lain melalui penyebaran penyakit internasional, serta memerlukan respons internasional yang terkoordinasi. Selain virus corona Wuhan, deklarasi PHEIC juga pernah digunakan lima kali pada saat flu babi (2009), polio (2014), Ebola (2014), virus Zika (2016), dan Ebola (2019).
Beberapa orang menganggap pelabelan WHO pada virus corona ini sangat menyeramkan. Tidak sedikit pula masyarakat yang semakin merasa khawatir dengan wabah virus corona.
Meski demikian, Dokter spesialis paru di Rumah Sakit Universitas Indonesia Raden Rara Diah Handayani mengatakan bahwa masyarakat tak perlu takut dengan status tersebut. Ia menjelaskan, label tersebut muncul karena dua hal yakni penyebaran kasus dan risiko penyebaran.
Mengenai penyebaran kasus, Diah mengatakan bahwa memang virus corona yang awalnya berasal dari kota Wuhan, Cina sudah menyebar ke berbagai negara. “Bukan Asia saja tapi sampai ke Eropa. Itulah kenapa diberi status gawat darurat karena sudah menjadi masalah global,” katanya dalam media briefing di Jakarta pada 4 Februari 2020.
Untuk risiko penyebaran, telah terbukti bahwa ini bisa dilakukan antar kontak manusia. Kontak erat juga sangat mudah meningkatkan transmisi lajunya penyakit. Bahkan jika satu orang positif novel coronavirus (nCov), maka ia bisa menyebarkan virus serupa ke dua orang sekaligus. “Kita bisa lihat satu minggu lalu kasusnya hanya dua ribu tapi sekarang sudah 20 ribu,” katanya.
Namun yang perlu digarisbawahi, meski telah menyebar ke berbagai negara dan risiko penyebarannya lewat kontak erat sangat tinggi, risiko kematian sangat rendah. Dalam artian, per 20 ribu kasus, hanya 400 orang yang meninggal atau setara dengan 2 persen saja. “Coba dibandingkan dengan flu burung. Dulu kalau empat positif flu burung, tiga pasti meninggal dan satu sembuh,” katanya.
Terlebih, Diah mengatakan bahwa virus corona bukanlah penyebab utama kematian. Melainkan, orang-orang yang dinyatakan meninggal itu memang memiliki riwayat penyakit lain. “Misalnya dia sudah diabetes atau kanker, risiko meninggalnya lebih tinggi karena imunitas tubuhnya kurang baik,” katanya.