TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI), Erwinanto, menyatakan hipertensi dan obat-obatannya tidak memperparah rasa sakit akibat COVID-19.
"Ada pendapat yang salah, menyatakan hipertensi dan beberapa obat hipertensi meningkatkan beratnya COVID-19," katanya.
Erwinanto mengatakan menurut data prevalensi hipertensi pada pasien COVID-19 tidak melebihi prevalensi hipertensi pada populasi umum.
"Jadi kita tidak bisa menyimpulkan hipertensi lebih banyak terjadi pada penderita COVID-19 dibandingkan populasi umum. Jadi, kita meragukan bahwa hipertensi membuat orang lebih mudah reinfeksi COVID-19," jelasnya.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat tidak memasukkan hipertensi sebagai faktor risiko penyebab keparahan penyakit COVID-19. Menurutnya, faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh hipertensi, seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.
"Penyakit yang disebabkan hipertensi ini yang mempengaruhi fatalitas COVID-19, tapi hipertensinya tidak termasuk," ujarnya.
Oleh karena itu, Erwinanto menganjurkan penderita hipertensi tetap mengonsumsi obat-obatan yang direkomendasikan oleh dokter untuk menurunkan risiko mengalami sakit ginjal kronik, penyakit jantung, dan stroke.
"Setiap peningkatan 20/10 mmHg akan meningkatkan risiko jantung koroner dua kali lebih tinggi. Semakin tua pasien, semakin tinggi risikonya. Hal yang sama terjadi juga pada stroke," ujarnya.
Baca juga: Latihan Fisik Kunci Penting Turunkan Tekanan Darah Bagi Pasien Hipertensi