Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Anak-anak Petani Tembakau Juga Berhak Hidup Sehat dari Asap dan Iklan Rokok

Reporter

image-gnews
Anak-anak petani tembakau dalam webinar kampanye berhenti merokok yang diadakan oleh Muhammadiyah Tobacco Control Center Universitas Muhammadiyah Magelang. Foto: Youtube.
Anak-anak petani tembakau dalam webinar kampanye berhenti merokok yang diadakan oleh Muhammadiyah Tobacco Control Center Universitas Muhammadiyah Magelang. Foto: Youtube.
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Anak-anak petani tembakau itu berbicara dengan lantang di forum Talkshow Berani Berhenti Merokok bersama Anak-anak Petani Tembakau pada Rabu, 16 Juni 2021. Mereka, berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat diundang dalam forum yang digelar oleh Muhammadiyah Tobacco Control Center Universitas Muhammadiyah Magelang secara online.

“Kami anak petani tembakau, kami generasi yang ingin sehat menolak rokok, walau orang tua kami masih menanam tembakau tapi kami bertekad menjadi generasi yang peduli untuk hidup sehat,” kata kumpulan anak-anak petani tembakau itu dengan suara berirama yang tegas dan tak gentar.

“Kami bertekad untuk tidak pernah mencoba merokok atau tidak meneruskan kebiasaan merokok dari orang tua kami meskipun kami anak petani tembakau demi masa depan kami,” ucap mereka mengulangi pernyataan mereka.

Dari data yang ada, prevalensi perokok anak di Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan. Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN, prevalensi perokok anak saat ini mencapai 9,1 persen pada 2019. Ini jelas bukan angka yang bagus lantaran perokok anak bukannya menurun tapi terus meningkat. Sebagai catatan, dalam RPJMN 2014-2019, pemerintah mematok angka prevalensi perokok anak 5,4 persen. Alih-alih turun, laju konsumsi produk tembakau kian tak terkendali.

Iwan, 27 tahun, tengah melipat daun tembakau saat panen di kawasan dataran tinggi Kiarapayung, Kecamatan Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, 27 Februari 2021. Petani tembakau sendiri mengecam kenaikan tarif cukai rokok 12,5 persen yang berimbas pada daya serap tembakau di pasar setelah pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau rata-rata tertimbang sebesar 12,5% pada 1 Februari 2021. TEMPO/Prima Mulia

Karenanya, praktisi kesehatan dari Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC – IAKMI), Sumarjati Arjoso menyangsikan pemerintah bisa menurunkan prevalensi perokok anak sesuai target RPJMN 2020-2024 dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen pada 2024. “Pertanyaannya, mampukah pemerintah menurunkan prevalensi perokok anak dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen, atau hanya turun 0,4 persen dalam waktu lima tahun?” tanya dia dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 5Juni 2021 melalui webinar.

Persoalannya, kata Sumarjati, amat sulit untuk mengharapkan prevalensi perokok anak menurun jika tak diimbangi dengan regulasi yang mengikat dan tegas dalam mengendalikan konsumsi tembakau. “Selama PP 109/2012 tidak direvisi, maka alat untuk menunjang pencapaian target RPJMN 2020-2024 menjadi sulit,” ujarnya.

Dalam PP 109/2012 tentang Pengaman Bahan yang Mengandung Zak Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan masih memberikan peluang untuk terjadi pelanggaran dan beratnya mengendalikan konsumsi tembakau. Di antaranya, iklan rokok, sponsor, dan promosi masih dibolehkan, Kawasan Tanpa Rokok yang belum memiliki kepastian hukum, dan peringatan bergambar yang hanya 40 persen dari kemasan, amat jauh dibandingkan Nepal yang memasang peringatan hingga 90 persen.

Sumarjati menekankan, untuk menurunkan prevalensi perokok anak, harus disertai regulasi yang mengikat. Perlu ada revisi regulasi untuk menurunkan laju konsumsi produk tembakau anak. Faktanya, iklan, sponsorship, dan promosi rokok amat berpengaruh dalam merangsang anak untuk merokok. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seorang wanita melintasi mural bertema ajakan berhenti merokok di Kampung Penas Cipinang, Jakarta, 31 Oktober 2017. Tempo/Fakhri Hermansyah

Sayangnya, pemerintah justru memunculkan ide pengendalian tembakau seharusnya menjadi perhatian semua pihak. Bahkan, dalam peluncuran Kampanye Berhenti Merokok yang digelar Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia secara webinar pada awal bulan ini, alih-alih menyatakan komitmennya merevisi PP 109/2012, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin justru melemparkan wacana gerakan sosial.

Menurut dia, pendekatan gerakan sosial itu paling efektif lantaran menyentuh hati. “Ada satu yang mesti dilihat bagaimana mengubah program ini, yang dulunya milik pemerintah, WHO, UNION, menjadi satu gerakan, menjadi satu movement, yang dimiliki oleh satu masyarakat terutama anak-anak muda Indonesia,” katanya.

Menteri Budi mengatakan meski ada regulasi pun angka kecanduan merokok terus berjalan. Ia mencontohkan regulasi narkotika dengan ancaman hukuman penjara, tak mampu kenyataan tak mampu membendung masyarakat untuk berhenti mengkonsumsi narkoba.

Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia, Lisda Sundari mengatakan memang benar gerakan sosial mengambil peran amat penting dalam upaya pengendalian tembakau. “Tapi gerakan sosial itu menjadi rapuh, tidak kuat kalau tidak ada regulasi yang menjadi payung hukum cukup kuat kalau mereka tidak ada kegiatan,” kata Lisda kepada Tempo di Jakarta, 7 Juni 2021.

Apalagi, kata dia, yang dihadapi anak-anak saat membangun gerakan ini adalah industri berhubungan dengan zat adiktif. “Jadi, selain gerakan sosial, juga diperlukan regulasi yang cukup yang mengatur zat adiktif ini. Kalau enggak ada regulasi yang kuat, sama saja menghadap-hadapkan industri dengan masyarakat,” ujarnya.

Lisda menekankan, gerakan sosial untuk mengkampanyekan pengendalian tembakau demi menekan angka prevalensi perokok anak, diperlukan kehadiran negara sesuai kewenangannya yang berfungsi membuat regulasi. Jika dua hal ini ada, yakni gerakan sosial dan regulasi, maka laju konsumsi rokok anak bisa ditekan. Dan tentu, keinginan anak-anak petani tembakau untuk hidup sehat dari paparan asap dan iklan rokok bisa terpenuhi.

Baca juga: Petani Tembakau Minta Pemerintah Penuhi Hak Kesehatan Anak-anak

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Spesialis Jantung: Hasil Pemeriksaan Medis Baik Tak Jamin Perokok Sehat

35 hari lalu

Seorang remaja melakukan tes kandungan karbondioksida dalam paru-paru saat konsultasi gratis dengan para ahli di tenda Kekasih (Kendaraan Konseling Silih Asih) Dinas Kesehatan Kota Bandung, 6 Mei 2018. Layanan ini memberikan konseling untuk berhenti merokok. TEMPO/Prima Mulia
Spesialis Jantung: Hasil Pemeriksaan Medis Baik Tak Jamin Perokok Sehat

Hasil pemeriksaan medis yang baik tak menjamin perokok sehat. Untuk memastikan kesehatan perokok satu-satunya jalan adalah total berhenti merokok.


Dokter Paru Bagi Tips Berhenti Merokok, Mulai dengan 3 Cara Ini

35 hari lalu

Modal Awal Berhenti Merokok
Dokter Paru Bagi Tips Berhenti Merokok, Mulai dengan 3 Cara Ini

Dokter paru memberi tips berhenti merokok saat Ramadan. Berikut tiga cara yang bisa dilakukan.


Ragam Makanan Sehat untuk Bantu Upaya Berhenti Merokok

47 hari lalu

Ilustrasi makanan sehat (pixabay.com)
Ragam Makanan Sehat untuk Bantu Upaya Berhenti Merokok

Menerapkan pola makan sehat dapat meningkatkan peluang keberhasilan berhenti merokok secara signifikan. Berikut makanan yang bisa dipilih.


Pulmonolog Ingatkan Merokok Penyebab 85 Persen Kasus Kanker Paru

25 Februari 2024

Ilustrasi kanker paru-paru. Shutterstock
Pulmonolog Ingatkan Merokok Penyebab 85 Persen Kasus Kanker Paru

Menurut WHO, sekitar 85 persen kanker paru berhubungan dengan kebiasaan merokok. Simak saran pakar pulmonologi.


Terkini: Melihat Lagi Gestur Nyeleneh Gibran saat Debat Pilpres, Luhut Bongkar Sederet Kegagalan Tom Lembong

25 Januari 2024

Gestur cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka (kanan) saat akan menyampaikan pandangannya di depan rivalnya, Muhaimin Iskandar saat Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. ANTARA/M Risyal Hidayat
Terkini: Melihat Lagi Gestur Nyeleneh Gibran saat Debat Pilpres, Luhut Bongkar Sederet Kegagalan Tom Lembong

Gibran Rakabuming Raka menampilkan gestur nyeleneh dalam debat keempat Pilpres 2024 yang digelar Ahad, 21 Januari 2024 di JCC Senayan, Jakarta.


YLKI Minta Iklan Rokok Dilarang Total, Apa Alasannya?

25 Januari 2024

Ratusan pelajar berkampanye menolak menjadi target iklan rokok di depan Istana Presiden, Sabtu, 25 Februari 2017. TEMPO/Danang Firmanto
YLKI Minta Iklan Rokok Dilarang Total, Apa Alasannya?

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia meminta iklan rokok dilarang total di Indonesia.


7 Cara Berhenti Merokok yang Simpel

10 Januari 2024

ILustrasi larangan merokok. REUTERS/Eric Gaillard
7 Cara Berhenti Merokok yang Simpel

Agar berhasil berhenti merokok, seseorang harus mengidentifikasi alasan pribadi yang kuat sebagai dorongan untuk berhenti.


Dokter Paru Ingatkan Persepsi Keliru soal Rokok Elektrik

10 Januari 2024

Ilustrasi vape. sumber: AFP/english.alarabiya.net
Dokter Paru Ingatkan Persepsi Keliru soal Rokok Elektrik

Masih ada kesalahan persepsi masyarakat soal rokok elektrik. Mereka berpikir nikotinnya lebih rendah dan bisa dipakai untuk terapi berhenti merokok.


Saran Berhenti Merokok dari Dokter Paru, Kunyah Permen Karet

9 Januari 2024

Ilustrasi permen karet. shutterstock.com
Saran Berhenti Merokok dari Dokter Paru, Kunyah Permen Karet

Dokter paru menyebut mengunyah permen karet bisa menjadi salah satu cara upaya berhenti merokok. Ini alasannya.


5 Resolusi Tahun Baru yang Populer: Menikmati Hidup Hingga Berhenti Merokok

31 Desember 2023

Seorang wanita melintasi mural bertema ajakan berhenti merokok di Kampung Penas Cipinang, Jakarta, 31 Oktober 2017. Tempo/Fakhri Hermansyah
5 Resolusi Tahun Baru yang Populer: Menikmati Hidup Hingga Berhenti Merokok

Tahun Baru terasa seperti awal yang baru, itulah sebabnya mengapa begitu banyak orang sering menetapkan resolusi yang tinggi pada masa-masa ini.