TEMPO.CO, Jakarta - Obat yang diklaim bisa mengobati Covid-19 semakin beragam. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan penggunaan obat arthritis atau radang sendi Actemra dari Roche dan Kevzara dari Sanofi yang mengandung kortikosteroid untuk pasien Covid-19. Keputusan itu diambil setelah data dari sekitar 11.000 pasien menunjukkan obat itu mampu mengurangi risiko kematian.
WHO menyimpulkan merawat pasien Covid-19 yang parah dan kritis dengan antagonis interleukin-6 yang mampu menghalangi peradangan telah mengurangi risiko kematian dan kebutuhan akan ventilasi mekanis. Actemra adalah nama dagang dari obat Tocilizumab yang dijual seharga jutaan rupiah. Sebelum menjadi obat Covid-19, sebenarnya obat ini biasa digunakan pada orang dengan penyakit rheumatoid arthritis, yakni penyakit autoimun yang menyerang persendian.
Menurut studi terbaru, obat Tocilizumab menunjukkan hasil yang sangat menjanjikan ketika digunakan untuk mengobati pasien Covid-19 yang sudah berada dalam kondisi kritis di Italia. Klaim ini diperkuat oleh pernyataan para peneliti di sana, yang menyatakan obat radang sendi tersebut sudah membuahkan hasil memuaskan pada dua pasien Covid-19. Bahkan, pada Maret silam, seorang dokter dari Rumah Sakit Pascale di Italia menyerukan pemerintah untuk lebih sering menggunakan Tocilizumab dalam mengobati pasien Covid-19.
Apa itu Tocilizumab? Tocilizumab masuk dalam golongan obat injeksi yang bekerja sebagai penghambat interleukin-16 (IL-6). Tubuh memproduksi IL-6 saat mengalami peradangan. Tocilizumab bekerja dengan cara menghambat efek IL-6 pada penderita radang sendi atau rheumatoid arthritis. Selain radang sendi, obat Tocilizumab dapat digunakan untuk mengobati juvenile idiopathic arthritis poliartikular maupun sistemik.
Tocilizumab memiliki efek samping, seperti infeksi pernapasan, sakit kepala, tekanan darah tinggi (hipertensi), dan peningkatan enzim hati. Bahkan, penggunaan obat ini sering dikaitkan dengan munculnya infeksi tuberkulosis, sepsis (bakteri di dalam darah), dan infeksi jamur. Tidak hanya itu, tocilizumab dianggap tidak boleh digunakan oleh pasien yang infeksinya masih aktif karena obat ini dianggap dapat memunculkan penyakit baru pada sistem saraf.
Beberapa studi juga menunjukkan Tocilizumab dapat menyebabkan turunnya sel darah putih, reaktivasi herpes zoster, dan reaksi alergi. Apakah Tocilizumab bisa sembuhkan pasien Covid-19?
Tocilizumab dipercaya dapat mengurangi reaksi berlebih dan berbahaya terhadap virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang disebut badai sitokin. Badai sitokin ini tak hanya memacu tubuh pasien untuk melawan virus corona tapi juga melawan sel dan jaringan tubuh sendiri. Dalam kasus Covid-19, badai sitokin dipercaya dapat menyebabkan komplikasi gangguan pernapasan, bahkan sampai memicu kematian.
Di Cina, para peneliti mencoba memberikan Tocilizumab pada 20 pasien Covid-19. Dari percobaan itu, sekitar 19 pasien berhasil keluar dari rumah sakit hanya dalam waktu dua minggu. Sayangnya, studi hanya dilakukan dalam skala kecil. Para ahli juga tidak membandingkan tocilizumab dengan plasebo. Begitu pula di Italia, di mana sebuah studi menjabarkan Tocilizumab dapat menurunkan kematian akibat Covid-19 sampai 39 persen.
Tapi, studi ini masih bersifat retrospektif dan perlu studi-studi lanjutan lagi. Dibantah Meskipun banyak rumor menjanjikan mengenai obat Tocilizumab dalam menyembuhkan pasien Covid-19, para peneliti dari Robert Wood Johnson University Hospital Somerset, Amerika Serikat (AS) menyatakan, tidak ada bukti kuat bahwa Tocilizumab dapat menyembuhkan pasien Covid-19 yang sudah parah. Dalam studi yang diikuti oleh 132 pasien, diketahui Tocilizumab tak mengurangi angka kematian sama sekali.
Perusahaan obat raksasa asal Swiss, Roche, juga mengaku obat Tocilizumab tidak berpengaruh dalam mengobati pasien Covid-19 yang sudah parah. Dalam studinya, ditemukan Tocilizumab gagal dalam mengurangi angka kematian dan tingkat keparahan virus corona.
#CuciTangan #JagaJarak #PakaiMasker #DiamdiRumah
Baca juga:
Bahaya Sok Tahu Obati Sendiri Covid-19