TEMPO.CO, Jakarta - Ghosting terjadi ketika seseorang tiba-tiba saja pergi dari kehidupan anda. Orang tersebut memutus seluruh kontak, tidak mengangkat telepon atau menanggapi pesan yang dikirimkan. Pemutusan kontak ini bisa saja terjadi baik di awal maupun di tengah-tengah hubungan.
Menjadi korban ghosting bukanlah sesuatu yang mengenakkan. Ghosting dapat memengaruhi harga diri korbannya dan berdampak negatif pada hubungan di masa depan.
Baca Juga:
Untuk berdamai dengan rasa sakit akibat ghosting, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Psikolog Pusat Kesehatan Wanita Cleveland Clinic, Susan Albers-Bowling, menyarakan agar ghosting dipandang sebagai sebuah berkah yang tersembunyi.
Rasa ingin tahu mengenai alasan orang lain pergi dari kehidupan kita adalah hal yang tidak bisa dihindari. Meski begitu, jangan sampai kita terpaku untuk mencari-cari kesalahan dalam diri sendiri.
“Meskipun sulit, merasa nyamanlah dengan hanya tidak tahu. Ingatkan diri bahwa untuk alasan apa pun, orang ini belum siap untuk menjalin hubungan dan hal itu tidak apa-apa,” tutur Albers seperti dilansir dari laman Cleveland Clinic, Jumat, 16 Juli 2021.
Baca Juga:
Ghosting menunjukkan bahwa kita dan orang yang meninggalkan tidaklah cocok untuk menjalin hubungan. Pertimbangkanlah bahwa kita tidak akan menjalin hubungan dengan seseorang yang tidak dapat berkomunikasi langsung secara jujur dengan kita.
Lebih lanjut, Albers menyarankan untuk tidak melihat ke belakang. Ghosting justru bisa menjadi pembelajaran agar bisa menjadi lebih baik lagi di masa depan. "Jika menjadi korban ghosting, kita dapat memahami beberapa hal dalam hubungan yang sekiranya tidak beres," ucap dia.
SITI NUR RAHMAWATI
Baca juga:
Dapat Julukan Queen of Ghosting, Apa Sebenarnya Tugas Puan Maharani di DPR?