TEMPO.CO, Jakarta - Setelah liburan akhir pekan, kemudian memulai kerja pada hari Senin terkadang muncul penurunan suasana hati (mood) atau Monday Blues.
Kondisi Monday Blues ini mempengaruhi kinerja, misalnya rasa malas yang masih terbawa setelah libur akhir pekan. Mengutip Medical News Today, penyebutan Monday Blues pertama kali dicetuskan pada 2004 oleh psikolog Cliff Arnall. Saat itu ia menyusun ringkasan untuk Blues January untuk Sky Travel.
Apa itu Monday Blues?
Dalam wawancara dengan The Telegraph, Arnall juga menyebut, mulanya Monday Blues bermaksud sebagai ungkapan tantangan, mendorong orang untuk melawan rasa malas atau menyedihkan pascaliburan. Tantangan itu untuk merencanakan petualangan dan hobi baru.
Mengutip NDTV, Monday Blues biasanya dialami karena menganggap setelah libur, maka tak mendapat waktu istirahat selama lima hari lagi.
Menurut psikolog klinis Deepali Batra, Monday Blues ditandai stres, kecemasan, atau kesedihan yang ekstrem pada hari pertama mulai bekerja. Itu mengakibatkan seseorang kurang semangat dan motivasi untuk berangkat kerja pada Senin pagi. Hari Senin, kata dia, dianggap menegangkan, karena kebanyakan orang akan menerima target mingguan
"Mereka biasanya diharapkan untuk fokus pada hari ini dan tampil efisien," kata Deepali Batra.
Monday Blues gejala yang muncul saat memasuki hari Senin. Kondisi itu masih dianggap wajar jika hanya hari itu mengalami penurunan suasana hati. Tapi, jika berlanjut untuk hari seterusnya itu menandakan adanya gejala depresi ringan.
Menurut konselor Kathryn Ely, depresi klinis umumnya ditandai sebagai suasana hati yang terus-menerus tertekan atau kehilangan minat dalam aktivitas. Itu menyebabkan penurunan signifikan dalam kehidupan sehari-hari untuk jangka waktu lama. Mengutip Healthline, depresi klinis juga dipengaruhi rasa putus asa, mudah marah, gelisah, dan masalah tidur.
Kondisi yang mempengaruhi Monday Blues
1. Tak puas dengan jenis pekerjaan dijalani.
2. Tak suka dengan atasan, rekan kerja atau lingkungan kerja.
3. Merasa hidup sangat duniawi. Tak ada kesenangan dalam tugas sehari-hari dan semuanya terasa sangat mekanis.
4. Pekerjaan mengganggu aktivitas menyenangkan lainnya yang biasa dilakukan sebelumnya. Itu sebagian besar dalam kasus pekerjaan yang sangat menuntut orang tak bisa beristirahat termasuk saat akhir pekan.
5. Tak memberikan waktu untuk berhubungan sosial tertentu karena komitmen pekerjaan.
KAKAK INDRA PURNAMA
Baca: Stres Saat Mulai Bekerja Setelah Lama Liburan, Apa Itu Post-holiday Syndrome?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.