TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), Dr. dr. Aida Lydia SpPD-KGH, mengingatkan pentingnya rujukan tepat waktu bagi penderita penyakit ginjal sebab berdampak pada kesehatan serta biaya yang dikeluarkan. Ia menambahkan rujukan tepat waktu dapat dilakukan dengan deteksi dini terhadap gangguan ginjal kronis.
"Kalau terlambat akan ada dampak dari segi biaya dan keberlangsungan kesehatan pasien," kata Aida. "Kalau kita deteksi dini gangguan ginjal, kita masih bisa melakukan pencegahan, bagaimana agar tidak jatuh ke dalam gagal ginjal dan mestinya pasien dirujuk tepat waktu ke layanan kesehatan yang lebih tinggi, andaikata pasien itu kemudian memerlukan terapi pengganti ginjal."
Mengenai tanda-tanda gangguan ginjal, Aida mengatakan mayoritas pasien awalnya tidak mengalami keluhan. Keluhan baru timbul apabila fungsi ginjal sudah sangat menurun.
"Keluhan itu sendiri juga sangat bervariasi dari pasien satu ke pasien lain, mulai dari yang ringan seperti kaki bengkak, tekanan darah naik, kemudian sesak napas, mudah lelah karena HB menurun, sampai komplikasi lanjut seperti gangguan kesadaran atau bahkan bisa kejang," tambah Aida.
Pasien datang terlambat
Menurut Aida, saat ini masih banyak pasien gagal ginjal kronis di Indonesia datang terlambat untuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit sehingga rujukan tepat waktu pun masih menjadi tugas yang harus dibenahi. Padahal, jika deteksi dini dilakukan dan pasien mendapatkan rujukan tepat waktu, Aida mengatakan selain mengurangi keparahan penyakit serta meminimalisasi biaya, dokter juga dapat mengajak pasien berdiskusi mengenai terapi yang akan dilakukan di kemudian hari dan mempersiapkannya.
"Karena kalau jauh-jauh hari, pasien bersama dokter dan perawat mestinya sudah diajak berdiskusi tentang terapi pengganti ginjal apa yang akan dijalani oleh pasien, apakah hemodialisis, peritoneal dialisis, atau transplantasi," ujar Aida.
Bila pasien memilih hemodialisis, Aida mengatakan dokter sejak jauh-jauh hari akan membuat akses pembuluh darah melalui operasi kecil sehingga pada saat memerlukan cuci darah, akses tersebut sudah dapat digunakan.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat kejadian gagal ginjal kronis meningkat dari 0,2 persen pada 2013 menjadi 0,38 persen pada 2018. Dengan demikian, dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang sebanyak 252.124.458 jiwa pada 2018, ada 713.783 yang menderita gagal ginjal kronis dan memerlukan terapi.
Selain itu, gagal ginjal juga termasuk dalam pengelompokan katastropik pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan, yang berarti penyakit tersebut memerlukan perawatan medis jangka panjang dan menguras biaya yang tinggi.
Pilihan Editor: Penyakit Ginjal Kronis, Pasien Sering Tak Menyadari Gejala di Awal