TEMPO.CO, Jakarta - Metode sederhana berupa aktivitas kontak antarkulit atau dikenal dengan sebutan effect of kangaroo dipercaya efektif mengatasi gejala hipotermia atau penurunan suhu tubuh secara drastis pada anak yang bisa disebabkan paparan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.
"Seperti halnya anak kanguru yang menempel pada tubuh sang induk, metode ini bisa meningkatkan suhu tubuh dan menurunkan risiko hipotermia sehingga anak-anak terhindar dari kematian," ungkap Ketua Satuan Tugas Bencana Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Kurniawan Taufiq Kadafi.
Dalam diskusi mengenai perubahan iklim dan dampaknya terhadap kesehatan anak, 2 Mei 2023, Taufiq menjelaskan suhu bumi dan cuaca ekstrem menjadi permasalahan yang mengakibatkan anak rentan terhadap dampak langsung perubahan iklim. Suhu bumi yang ekstrem tersebut mencakup cuaca panas dan dingin. Sedangkan cuaca ekstrem meliputi kekeringan, kebakaran hutan, badai dan banjir, serta presipitasi atau proses jatuhnya segala materi yang dicurahkan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam bentuk hujan.
"Anak-anak menghirup lebih banyak udara dan bahan berbahaya yang terkandung di dalamnya. Ini sangat berbahaya kalau terjadi kebakaran hutan. Mereka juga banyak bermain di luar rumah sehingga bila terjadi cuaca ekstrem maka risikonya mudah dehidrasi atau bisa kematian kalau terlalu panas atau dingin," imbuhnya.
Dari aspek anatomi, tumbuh kembang, fisiologis dan psikologis, anak tidak cukup cakap untuk menghindari kondisi kegawatdaruratan akibat cuaca ekstrem. Dampaknya seperti saat banjir bandang, maka anak-anak lebih sulit menyelamatkan diri dibanding orang dewasa.
Berbagai risiko dan ancaman
Selain itu, anak-anak juga memiliki risiko dehidrasi besar sehingga ketika ada banjir dan wabah diare maka mereka rentan menjadi korban dan mesti dilarikan ke rumah sakit. Sementara dari sisi psikologis juga terdapat ancaman pada anak terkait perubahan iklim.
"Secara psikologis, terkadang anak ingin tahu terhadap hal yang menantang maka ketika hujan lebat, mereka akan banyak bermain di situ sehingga bisa terseret arus air hujan yang sangat ekstrem," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, menambahkan secara global bumi memang mengalami banyak perubahan, seperti tempat yang tadinya gersang kini menjadi hijau atau yang panas berubah menjadi dingin. Aneka perubahan iklim dengan berbagai macam dampaknya itu bisa berpengaruh terhadap kelompok rentan, di antaranya anak-anak, khususnya balita. Meski rentan, balita lebih banyak beraktivitas di dalam rumah.
"Sedangkan anak-anak usia di atas itu lebih banyak beraktivitas di luar rumah. Karena itu kalau ada perubahan cuaca mereka bisa terpapar. Pada prinsipnya, anak-anak adalah kelompok rentan yang harus dilindungi. Jangan sampai perubahan ini menghalangi perkembangan dan pertumbuhan mereka," imbaunya.
Pilihan Editor: Dampak Perubahan Iklim pada Kesehatan Mental
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.