TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah rumah tinggal di Kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, ditemukan menjadi tempat praktik aborsi oleh oknum nonmedis. Kepolisian Resor Jakarta Pusat pun menindak praktik aborsi rumah di Jalan Merah Delima, Sumur Batu, itu. Praktik aborsi ilegal yang melibatkan pelaku dari kalangan nonmedis itu telah berlangsung kurang lebih sebulan terakhir.
Ketua Bidang Advokasi dan Legislasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Ari Kusuma Januarto, Sp.OG, menyatakan tindakan aborsi harus dilakukan oleh pihak yang memiliki kompetensi dan wewenang.
"Kompetensi penting sekali karena semuanya harus didasarkan atas suatu indikasi, bahkan dilakukan secara prosedur, mulai dari pratindakan sampai setelah tindakan," katanya.
Spesialis kandungan dan kebidanan itu mengatakan tindakan medis bertujuan untuk keselamatan pasien sebab aborsi memiliki beragam risiko berbahaya. Untuk itu, pemerintah mengatur ketentuan tersebut melalui Undang-Undang Kesehatan Nomor 75 ayat 2 tentang Aborsi, di mana tindakan harus didasari indikasi kedaruratan medis yang dialami pasien dan akibat dari tindakan pemerkosaan.
"Semua yang menyangkut risiko medis pada ibu hamil, seperti pendarahan, pembiusan, ada proses-proses dari masalah anamnesa tentang adanya penyakit-penyakit pada pasien, itu semua sangat penting," jelasnya.
Risiko kejiwaan
Risiko lain dari aborsi adalah masalah kejiwaan pasien yang juga memerlukan pembinaan sehingga tindakan itu harus dilakukan di fasilitas yang baik dan ditunjuk oleh pemerintah. Ia menjelaskan saat ini ada sekitar 11 persen perempuan yang tidak menginginkan kehamilan, bisa karena masalah janin, kesehatan, atau sosial sehingga belum memiliki persiapan matang.
"Masalah hukum ini sebetulnya sudah ada regulasi dari pemerintah, baik itu di Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Reproduksi Nomor 61 Tahun 2014, di KUHP yang mengatur regulasi aborsi ini," paparnya.
Ari mengatakan aturan tersebut perlu disosialisasikan agar masyarakat dapat memahami perbedaan makna dari aborsi medis dan yang berkaitan dengan tindakan kriminal. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi mengatur tentang siapa yang memiliki wewenang dan berhak melakukan aborsi serta fasilitas yang ditunjuk oleh pemerintah.
"Siapa yang menerapkan? Tentunya dari pemerintah dan kami dari organisasi profesi siap membantu, mendampingi bersama-sama untuk menjalankan hal tersebut," tegas Ari.
Pilihan Editor: Risiko Kehamilan Tak Direncanakan, Anak Stunting atau Cacat