TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat perlu mempercayai cerita korban pelecehan seksual terlebih dulu sampai hasil investigasi membuktikan sebaliknya. Sikap percaya pada yang dialami korban pelecehan seksual ini penting ditunjukkan agar korban merasa mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar. Dengan mempercayai korban diharapkan semakin banyak korban lain yang berani mengungkapkan kasusnya.
"Kenapa penting banget kita belajar untuk percaya pada korban dulu? Minimal percaya dulu baru melakukan investigasi atau penelusuran lebih lanjut karena untuk korban bisa cerita saja susah, baik laki-laki maupun perempuan dengan segala stigma yang harus mereka tanggung," kata psikolog klinis dewasa Nirmala Ika Kusumaningrum.
Lulusan Universitas Indonesia itu menjelaskan korban pelecehan seksual, perempuan maupun laki-laki, butuh keberanian untuk membicarakan peristiwa yang dialami mengingat masih adanya stigma masyarakat yang akan ditanggung. Bahkan, sebelum mendapat stigma saja para korban juga sudah menanggung perasaan yang cukup mencabik diri sebab peristiwa pelecehan seksual dapat melukai harga diri dan konsep diri korban.
Ragam pelecehan seksual
Ketika masyarakat tidak mempercayai korban pelecehan seksual, apalagi korban laki-laki, maka akan semakin sulit bagi mereka untuk berani membicarakan perkara tersebut, bahkan sulit untuk mengusut kasus melalui jalur hukum.
"Dan ketika semakin korbannya tidak mengaku kejahatan pasti akan semakin meningkat karena mereka (pelaku) akan menjadi banyak pemakluman atau merasa bahwa aman-aman saja melakukan pelecehan karena merasa tidak ada hukumnya," jelas Nirmala.
Ia mengatakan bentuk-bentuk pelecehan seksual cukup beragam, mulai dari secara fisik, verbal, bahasa tubuh, hingga melalui pesan teks atau pesan bergambar. Apapun bentuknya, pelecehan seksual tidak boleh disepelekan walaupun antara pelaku dan korban memiliki relasi yang dekat.
"Bedanya antara bercanda sama enggak itu di consent (persetujuan) orang yang menerima," ucap Nirmala.
Bahkan, dalam rumah tangga kekerasan atau pelecehan seksual antara suami-istri tetap ada. "Orang berpikir sudah suami istri. Tidak, ketika tidak ada consent dari satu pihak, itu sudah termasuk (pelecehan)," paparnya.
Dalam sudut pandang psikologi, pemulihan korban pelecehan seksual pada dasarnya merupakan proses yang panjang seumur hidup. Oleh sebab itu, penting bagi para korban untuk memiliki sistem pendukung yang baik, entah pihak keluarga, teman, ataupun kelompok sosial.
Sistem pendukung juga penting memposisikan diri untuk mempercayai cerita korban terlebih dulu. Selanjutnya, beri waktu dan ruang apabila korban berada dalam siklus naik dan turun dalam memproses lukanya. Dan terpenting, selalu ingatkan mereka tetap berharga, terlepas dari apapun yang pernah terjadi di masa lalu.
"Selalu ingatkan bahwa dia tetap berharga apapun yang pernah terjadi padanya, bahwa dia tidak deserved (layak) untuk menerima itu. Bagaimana pun juga itu salah pelakunya," tegasnya.
Pilihan Editor: Survei Sebut 1 dari 20 Orang Laporkan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja