Seiring bertambahnya usia, seseorang lebih cenderung mengalami tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, penumpukan plak, kerusakan pada pembuluh darah, dan pengendalian gula darah yang buruk, yang semuanya berkontribusi pada stroke.
Selain itu, perempuan menghadapi periode perubahan biologis selama perimenopause dan menopause yang kritis. Banyak perempuan mulai mengembangkan masalah tekanan darah selama transisi ini.
Para ahli percaya ini terjadi karena hormon estrogen mungkin membantu menjaga pembuluh darah tetap rileks dan seimbangkan tingkat kolesterol. Ketika tubuh berhenti memproduksi estrogen, angka kejadian stroke dan penyakit jantung lainnya meningkat.
Studi berjudul Association Between Reproductive Life Span and Incident Nonfatal Cardiovascular Disease: A Pooled Analysis of Individual Patient Data From 12 Studies juga mengonfirmasi keterkaitan ini pada perempuan yang mengalami menopause lebih awal dari yang biasanya.
Dibandingkan dengan perempuan yang mengalami menopause antara usia 50-51 tahun, mereka yang mengalami menopause prematur sebelum berusia 40 tahun atau menopause dini antara usia 40-44 tahun memiliki risiko stroke 98 persen dan 49 persen lebih tinggi, masing-masing.
Namun kelebihan estrogen, dalam bentuk terapi hormon, mungkin mempunyai efek sebaliknya.
"Ada data yang menunjukkan bahwa penggantian estrogen pada perimenopause dan menopause dapat meningkatkan risiko stroke, demikian juga dengan progesteron," kata Dr. Marion Buckwalter, seorang profesor neurologi dan bedah saraf di Stanford University Medical Center.
Penelitian menunjukkan bahwa manfaat terapi hormon menopause hanya melebihi risikonya jika diambil pada usia muda atau lebih dekat dengan menopause, ketika tingkat hormon akan lebih cocok dengan apa yang tubuh Anda biasanya produksi.
Terdapat juga bukti bahwa perempuan yang menggunakan jenis kontrol kelahiran hormonal tertentu lebih mungkin mengalami stroke, terutama jika mereka memiliki tekanan darah tinggi, merokok, atau mengalami migrain, yang semuanya dapat meningkatkan risiko.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perempuan yang menjalani perawatan infertilitas dan perempuan transgender yang mengonsumsi estrogen untuk konfirmasi gender juga memiliki risiko stroke yang lebih tinggi.
Perempuan juga menghadapi faktor risiko unik selama dan segera setelah kehamilan. Karena volume darah meningkat selama kehamilan dan kemudian berkurang dengan cepat setelah melahirkan, risiko pembekuan darah juga meningkat, kata Dr. Buckwalter.
Jika seorang perempuan mengalami peningkatan berat badan yang berlebihan selama kehamilan atau mengalami pre-eklampsia atau diabetes gestasional, hal itu juga dapat meningkatkan risiko pembekuan dan stroke di kemudian hari.
M RAFI AZHARI | ASTARI PINASTHIKA SAROSA
Pilihan editor: Mengapa Stroke Bisa Terjadi? Simak Kupas Tuntas Penyebab Stroke